KOMPAS.com - Kesepakatan Paris dianggap sebagai beban oleh sejumlah pejabat. Pernyataan Utusan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengindikasikan, Indonesia akan merugi jika tetap dalam kesepakatan itu.
Namun, Indira Hapsari dari Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) menilai, Indonesia justru akan merugi jika keluar dari kesepakatan itu karena peluang pendanaan iklim jadi tertutup.
"Penarikan diri Indonesia dari Perjanjian Paris akan berakibat fatal: hilangnya akses pendanaan internasional, tergerusnya kepercayaan global terhadap komitmen pembangunan berkelanjutan, serta mengancam upaya advokasi lingkungan masyarakat sipil," katanya.
Betul, pendanaan Just Energy Transisition Partnership (JETP) berpeluang terhambat ketika Amerika Serikat keluar dari Kesepakatan Paris. Tetapi, masih banyak pendanaan lain yang bisa diakses Indonesia.
Indira mengatakan, Indonesian telah menerima ratusan juta dolar dari Green Climate Fund - dana global yang mendukung negara berkembang untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim - serta memakainya untuk proyek energi bersih dan pengelolaan lingkungan.
Baca juga: Kesepakatan Paris demi Rakyat, Indonesia Harus Tetap Tergabung
Indonesia berpeluang menerima Adaptation Fund untuk membantu komunitas rentan menghadapi tantangan iklim serta Climate Investment Fund yang bisa dipakai untuk mendorong transisi energi, transportasi hijau dan konservasi hutan.
Setidaknya dalam beberapa tahun belakangan, makin menguat tren pendanaan dari lembaga pendanaan internasional ke isu-isu krisis iklim, misalnya dari Departement of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia dan Uni Eropa.
"Pendaan itu tersebar dari barat ke timur Indonesia untuk mendukung penguatan kapasitas dan resiliensi warga paling terdampak krisis iklim," ujar terang Indira saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (2/2/2025).
Jika keluar dari Kesepakatan Paris, Indonesia akan merugi secara finansial karena tak bisa mengakses pendanaan itu. Pada saat yang sama, hal itu akan semakin menempatkan warga yang terdampak iklim dalam posisi yang lebih rentan.
Indira meminta pemerintah untuk lebih dari sekadar tetap tergabung dalam Kesepakatan Paris, tetapi juga mendorong adaptasi dan mitigasi iklim lebih baik, misalnya dengan mempensiunkan batubara dan beralih ke energi terbarukan.
Baca juga: PBB: Penarikan Diri AS dari Kesepakatan Paris mulai 27 Januari 2026
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya