Namun, mungkinkah target NDC Indonesia akan dinaikkan saat pemerintah memangkas anggaran besar-besaran hingga Rp 306,6 triliun demi program andalan, Makan Bergizi Gratis?
Ada sedikit kabar gembira. Sekjen Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, pada tahun 2024, Indonesia sanggup menurunkan emisi GRK di sektor energi mencapai 147,61 juta ton CO2 ekuivalen. Pencapaian ini melampaui target 142 juta ton.
Ini seharusnya membuat pemerintahan hasil Pemilu 2024 ini lebih optimistis dalam menyusun NDC yang baru.
Konteks geopolitik memang berubah. Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump keluar dari Perjanjian Paris, dan keputusan itu berlaku efektif tahun depan.
Ini berarti target pemangkasan emisi GRK sebesar 61-66 persen pada tahun 2035 yang dipancangkan Joe Biden, gulung tikar.
Baca juga: 2024 Jadi Tahun Bencana akibat Krisis Iklim, Banjir Bandang hingga Kebakaran Hutan
Presiden asal Partai Republik yang menerbitkan segepok keputusan eksekutif yang kontroversial dan menyerang akal sehat itu sedang melawan sejarah: Kembali ke energi fosil dan alergi berat dengan energi terbarukan.
Namun, Indonesia tak boleh gentar walaupun masa depan pembiayaan transisi negeri lewat Just Energy Transition Partnership (JETP) agak terganggu karena AS semasa Biden berjanji menggelontorkan donasi bantuan.
Saat ini komitmen aksi iklim tergantung kelincahan Indonesia dalam menggalang kerja sama-kerja sama bilateral.
Lewat Badan Pembangunan Perancis (AFD), Uni Eropa dan Perancis memberi hibah senilai Rp 249 miliar untuk membantu transisi energi Indonesia (Bisnis.com, 5 Februari 2025).
Fasilitas bantuan semacam ini agak melegakan di tengah arus balik kampanye anti-perubahan iklim yang ditabuh Donald Trump.
Kalau tidak mampu menyusun target NDC seambisius Brasil, yakni memangkas gas GRK sebesar 66 persen pada 2035, boleh pun serealistis target NDC Emirat Arab tahun 2035, yaitu 47 persen.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, sebanyak 98,86 persen dari 2.107 bencana yang terjadi sepanjang adalah bencana hidrometeorologi. Sisanya, 1,14 persen bencana geologi.
Meski turun drastis dibandingkan 2023, bencana hidrometeorologi jelas-jelas mengabarkan kepada negeri kita untuk lebih serius memitigasi dan melaksanakan iklim.
Kita tak bisa menunggu lantaran mudharat ekonomi dan lingkungannya sangat besar.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya