Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh Samsul Arifin
Broadcaster Journalist

Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

Aksi Iklim Tak Boleh Gulung Tikar

Kompas.com - 11/02/2025, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Total emisi karbon energi fosil dan sumber lain menyumbang 41,6 miliar ton CO2, naik satu miliar ton CO2 dibandingkan tahun 2023.

Emisi karbon mayoritas disumbangkan oleh negara maju--yang identik dengan sejahtera atau makmur dalam tesis Acemoglu dan Robinson--itulah yang harus paling disalahkan atas makin panasnya suhu bumi pada 2024 yang meloncat di atas 1,5 derajat Celcius dibandingkan suhu masa pra-revolusi industri.

Negara maju paling bertanggungjawab karena mereka yang paling banyak menggunakan energi fosil; dari minyak, gas hingga batu bara.

Namun negara berkembang dan negara miskin juga ikut menanggung salah meskipun tak sebesar negara maju.

Dari sepuluh besar kontributor emisi karbon tahun 2023, enam negara adalah negara maju. Sisanya adalah India (3), Indonesia (6), Iran (7), dan Arab Saudi (10). Empat negara ini wajib "eling lan waspada".

Arab Saudi, sang petrodolar, contohnya merupakan negara kaya dan penduduknya sejahtera, tapi tidak memiliki institusi politik dan ekonomi yang inklusif sebagaimana disebut Acemoglu dan Robinson.

Negara monarki itu ditata oleh institusi yang ekstraktif, namun sejahtera berkat "emas hitam" yang berada di perut bumi Saudi.

Demikian juga ekonomi Republik Iran yang bergantung pada minyak, komoditas dengan cadangan terbukti nomor empat di dunia. Adapun cadangan terbukti gas alam milik Iran nomor empat di dunia (detik.com, 14 April 2024).

Baca juga: Lapisan Es Greenland Retak Sangat Cepat karena Krisis Iklim

Adapun India, kontributor emisi karbon nomor tiga dunia, rakus batu bara. Badan Energi Internasional (IEA) menaksir, India mengonsumsi batu bara lebih tinggi daripada konsumsi gabungan Uni Eropa dan Amerika Serikat tahun 2024, yaitu sebesar 1,3 miliar ton. Ini level yang menyamai rekor China--negara nomor satu pelahap batu bara.

Centang perenang emisi karbon membawa kita ke bulan penting dalam mitigasi dan aksi iklim. Bulan Februari ini adalah tenggat bagi negara-negara yang terikat dalam Perjanjian Paris 2015 untuk memperbarui rencana iklimnya secara lebih ambisius.

Namanya nationally determined contribution (NDC), yakni komitmen negara-negara tersebut untuk mengurangi emisi karbon dalam lima tahun setelah target awal dipancangkan.

Semula negeri kita menargetkan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan sokongan luar negeri.

Pada 2022, ambisi NDC tadi dinaikkan menjadi 31,89 persen dengan ikhtiar mandiri serta 43,20 persen dengan bantuan internasional.

Dalam sepuluh tahun Pemerintahan Joko Widodo, ada upaya memotong emisi GRK, meskipun Indonesia tidak seradikal mayoritas negara yang peduli krisis iklim saat menargetkan nol emisi tahun 2060 mendatang--lebih lambat sepuluh tahun.

Seharusnya rute yang diambil Jokowi itu diteruskan oleh penggantinya, Presiden Prabowo Subianto.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Jakarta Utara Disiapkan Jadi Contoh Pengelolaan Sampah di Indonesia

Jakarta Utara Disiapkan Jadi Contoh Pengelolaan Sampah di Indonesia

Pemerintah
Eksplorasi Metode Konversi Etanol ke Bensin Buka Potensi Energi Hijau Indonesia

Eksplorasi Metode Konversi Etanol ke Bensin Buka Potensi Energi Hijau Indonesia

LSM/Figur
Aksi Iklim Tak Boleh Gulung Tikar

Aksi Iklim Tak Boleh Gulung Tikar

Pemerintah
MIND ID Grup Ubah Sampah Plastik Jadi Media Tanam di Fasilitas Nursery

MIND ID Grup Ubah Sampah Plastik Jadi Media Tanam di Fasilitas Nursery

Swasta
Ketika Presiden AS Ikut Campur Urusan Sedotan Plastik...

Ketika Presiden AS Ikut Campur Urusan Sedotan Plastik...

Pemerintah
Teknologi dan Infrastruktur Tak Cukup untuk Capai Target Emisi 2050

Teknologi dan Infrastruktur Tak Cukup untuk Capai Target Emisi 2050

LSM/Figur
Negara Pencemar Terbesar Dunia Lewatkan Tenggat Waktu Target Iklim

Negara Pencemar Terbesar Dunia Lewatkan Tenggat Waktu Target Iklim

Pemerintah
Kebijakan dan Tujuan Lingkungan Ihwal Sampah Plastik Belum Selaras

Kebijakan dan Tujuan Lingkungan Ihwal Sampah Plastik Belum Selaras

LSM/Figur
Investor Pilih Label Hijau, Kabar Baik Sekaligus Alarm Greenwashing

Investor Pilih Label Hijau, Kabar Baik Sekaligus Alarm Greenwashing

Swasta
Minuman dalam Kemasan Plastik Kecil Paling Berbahaya bagi Lingkungan

Minuman dalam Kemasan Plastik Kecil Paling Berbahaya bagi Lingkungan

LSM/Figur
UNICEF: 100 Kematian Anak per Hari di Asia Timur Terkait Polusi Udara

UNICEF: 100 Kematian Anak per Hari di Asia Timur Terkait Polusi Udara

LSM/Figur
Australia Suntik Investasi Rp 130 Miliar untuk Energi Terbarukan hingga Pengelolaan Limbah

Australia Suntik Investasi Rp 130 Miliar untuk Energi Terbarukan hingga Pengelolaan Limbah

Pemerintah
Indonesia Jangan Muram, Kejar Ketertinggalan lewat Riset Biodiversitas

Indonesia Jangan Muram, Kejar Ketertinggalan lewat Riset Biodiversitas

LSM/Figur
Guru Besar IPB: Limbah Cair Pabrik Sawit Punya Nilai Ekonomi Jika Diolah

Guru Besar IPB: Limbah Cair Pabrik Sawit Punya Nilai Ekonomi Jika Diolah

LSM/Figur
Cek Kesehatan Gratis Dimulai, Limbah Medis Perlu Serta Jadi Perhatian

Cek Kesehatan Gratis Dimulai, Limbah Medis Perlu Serta Jadi Perhatian

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau