Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/02/2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com - Selama tiga tahun terakhir, di kawasan Soloraya menjamur lapak es teh jumbo yang dijual dengan harga rata-rata Rp 3.000.

Lapak-lapak es teh tersebut mampu menggeliatkan ekonomi di masyarakat. Akan tetapi, menjamurnya kegiatan usaha tersebut memiliki dampak lain.

Lembaga yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, Yayasan Gita Pertiwi, menyebutkan, kegiatan usaha tersebut berpotensi menambah gunungan sampah.

Baca juga: Kalimantan Selatan Dinyatakan Darurat Sampah, Ini Sebabnya

Pasalnya, lapak tersebut menjual es teh dengan gelas plastik sekali pakai. Bila tidak ditangani dengan baik, gelas plastik berpotensi menambah timbulan sampah plastik.

Direktur Program Gita Pertiwi Titik Eka Sasanti menuturkan, menjamurnya lapak es teh jumbo perlu dibarengi strategi penanganan yang tepat.

"Kami pernah melakukan survei kecil-kecilan. Di sepanjang jalan utama, hampir setiap 50 meter ada lapak es teh jumbo," kata Titik saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (15/2/2025).

Bila satu lapak menjual 100 gelas es teh dalam sehari, maka potensi timbulan sampahnya sangat besar jika digabung dengan lapak-lapak lainnya.

Baca juga: Pemerintah Didesak Buat Kebijakan Tegas soal Pengelolaan Sampah Plastik

Manajer Operasional Bank Sampah Induk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mulur Arnisya Frisiliani di Sukoharjo menuturkan, sampah kemasan plastik menjadi kontributor paling besar di area kerjanya.

Sampah plastik seperti seperti botol minum, gelas plastik, dan lainnya memliki kontribusi paling besar yakni sekitar 30 persen.

"Kurang lebih ada sekitar 20 macam sampah plastik yang kami serap," ujar Arnisya kepada Kompas.com, Jumat (13/2/2025).

Di Soloraya sendiri, plastik menjadi jenis limbah yang mendominasi komposisi sampah menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2023.

Baca juga: 350 Ribu Ton Sampah Plastik Masuk ke Laut Indonesia pada 2024

Di Kota Solo, sampah plastik berkontribusi 22,73 persen. Sementara itu di Sukoharjo, kontribusinya 23,79 persen.

Sedangkan di Karanganyar, kontribusi sampah plastik 18 persen. Untuk Wonogiri, timbulan sampah plastik mencapai 25 persen.

Di Klaten, sampah plastik berkontribusi sebesar 20 persen. Dan di Boyolali, kontribusi sampah plastik 37,47 persen sekaligus menjadi yang terbesar.

Pilihan

Selas plastik merupakan kemasan yang murah. Sehingga tak mengherankan penjual memilih jenis kemasan tersebut. Selain itu, kemasan gelas plastik menawarkan kepraktisan kepada konsumen.

Di sisi lain, gelas plastik berpotensi melepaskan mikroplastik bila dipakai berulangkali.

Baca juga: Tak Lagi Jadi Masalah, Sampah Bisa Disulap Jadi Emas

Titik menuturkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan potensi timbulan sampah plastik adalah dengan wadah guna ulang.

"Konsumen perlu diedukasi dan didorong untuk menggunakan wadah guna ulang. Sekarang pun sudah banyak konsumen yang bawa wadah minum sendiri," ujar Titik.

Penjual pun diminta untuk mendorong pembeli memanfaatkan wadah guna ulang bula ingin membeli es teh jumbo.

Selain itu, perlu ada tempat pengumpulan sampah yang dikhususkan untuk plastik sekali pakai agar sampah jenis tersebut dapat ditangani dengan benar.

Sementara itu, pemerintah daerah perlu memperkuat regulasi penggunaan sampah plastik sekali pakai. Setelah membuat regulasi tersebut, perlu dibarengi dengan penegakan hukum yang kuat.

Baca juga: Sampah di Bali Kian Mengkhawatirkan, Ini Penyebabnya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau