Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 17 Februari 2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia menjadi negara dengan penduduk yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik, menurut sebuah studi.

Studi tersebut diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology pada April 2024 serta ditulis oleh dua ilmuwan dari Cornell University, Xiang Zhao dan Fengqi You.

Penelitian tersebut membahas berapa banyak mikroplastik yang tanpa disadari masuk ke dalam tubuh akibat sampah plastik yang terdegradasi hingga mencemari lingkungan, lalu mengontaminasi bahan pangan.

Baca juga: Mikroplastik Sumbat Pembuluh Darah Otak, Terbukti pada Tikus

Dalam studi tersebut, terungkap bahwa penduduk Indonesia rata-rata mengonsumsi mikroplastik sebanyak 15 gram mikroplastik per bulan.

Mikroplastik yang dikonsumsi masyarakat Indonesia tersebut sebagian besar berasal dari sumber air, seperti makanan laut.

Apabila dibandingkan, jumlah mikroplastik yang tertelah warga Amerika Serikat (AS) diperkirakan sekitar 2,4 gram per kapita per bulan. 

Sementara itu, Paraguay menjadi negara yang mengonsumsi mikroplastik terendah di dunia yakni 0,85 gram per kapita per bulan.

Baca juga: Mikroplastik Cemari Ikan, Bahayakan Manusia yang Memakannya

Penelitian tersebut memetakan serapan mikroplastik di 109 negara yang didasarkan pada seberapa banyak mikroplastik yang termakan dan terhirup.

Para peneliti menggunakan data antara tahun 1990 hingga 2018 untuk dijadikan permodelan dalam studinya.

Agar lebih komprehensif, studi tersebut juga memperhitungkan kebiasaan makan, teknologi pemrosesan makanan, demografi usia, dan laju pernapasan setiap negara.

Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap perbedaan penduduk setiap negara dalam mengonsumsi mikroplastik.

Selain Indonesia, negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Filipina juga menempati peringkat atas negara dengan penduduk yang paling banyak mengonsumsi mikroplastik.

Baca juga: Mikroplastik Masuk Rantai Makanan, Ditemukan di Darah hingga Sumsum

Terhirup

Sementara itu, penduduk China, Mongolia, dan Inggris menduduki puncak daftar negara yang menghirup mikroplastik terbanyak.

Penduduk China dan Mongolia menduduki menghirup lebih dari 2,8 juta partikel mikroplastik per bulan. Sebagai perbandingan, warga AS menghirup sekitar 300.000 partikel mikroplastik per bulan. 

Hanya penduduk di Mediterania dan wilayah sekitarnya yang menghirup lebih sedikit mikroplastik.

Contohnya seperti Spanyol, Portugal, dan Hongaria menghirup sekitar 60.000 hingga 240.000 partikel mikroplastik per bulan.

You mengatakan, industrialisasi di negara-negara berkembang, khususnya di Asia Timur dan Selatan, telah menyebabkan peningkatan konsumsi bahan plastik, produksi sampah, dan terkonsumsinya mikroplastik oleh manusia. 

Baca juga: Hati-hati, Kantong Teh Bisa Sebarkan Mikroplastik dan Nanoplastik di Minuman

"Sebaliknya, negara-negara industri mengalami tren terbalik, didukung oleh sumber daya ekonomi yang lebih besar untuk mengurangi dan menghilangkan puing-puing plastik gratis," kata You dikutip dari situs web Cornell University.

You menambahkan, penelitian tersebut dapat menginformasikan strategi pengurangan penyerapan mikroplastik yang disesuaikan dengan ekonomi lokal dan konteks industri.

Akan tetapi, upaya tersebut memerlukan kolaborasi internasional, seperti dukungan teknologi dari negara-negara maju untuk memajukan strategi pengurangan sampah. 

Menurut penelitian tersebut, pengurangan 90 persen sampah plastik di perairan dapat menurunkan paparan mikroplastik secara substansial.

Potensi penuruannya hingga 51 persen di negara-negara maju dan 49 persen di wilayah yang sangat terindustrialisasi.

Baca juga: Jumlah Mikroplastik di Air Tawar Meningkat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau