Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mikroplastik Cemari Ikan, Bahayakan Manusia yang Memakannya

Kompas.com - 08/01/2025, 17:08 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Studi baru dari peneliti Portland State University di Oregon AS menemukan, partikel plastik yang terlepas dari pakaian, kemasan, dan produk plastik lainnya tersebar luas dan mencemari ikan yang dikonsumsi manusia.

Studi pun menyoroti perlunya teknologi dan strategi untuk mengurangi polusi serat mikro yang masuk ke lingkungan laut.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Frontiers in Toxicology ini fokus menganalisis ikan bersirip dan krustasea yang umum dikonsumsi untuk mengetahui bagaimana mikroplastik memengaruhi ikan dan manusia.

Dikutip dari Phys, Rabu (8/1/2024), dalam studi ini peneliti mengukur partikel antropogenik alias bahan yang diproduksi atau dimodifikasi oleh manusia, yang ditemukan dalam jaringan enam spesies ikan.

Baca juga: Budidaya Ikan Tidak Termasuk Bisnis yang Implementasikan Sustainability?

Enam ikan itu antara lain black rockfish, lingcod, salmon Chinook, ikan hering Pasifik, lamprey Pasifik, dan udang merah muda.

Peneliti kemudian membandingkan konsentrasi partikel di seluruh tingkat trofik (posisi makhluk hidup dalam rantai makanan) dan apakah posisi ikan dalam jaring makanan tersebut mencemari jaringan yang dapat dimakan.

Peneliti kemudian menemukan 1.806 partikel plastik pada 180 sampel ikan. Partikel berupa serat merupakan yang paling banyak ditemukan, diikuti oleh fragmen dan film.

Lebih lanjut, di antara spesies yang diambil sampelnya, udang merah muda memiliki konsentrasi partikel tertinggi dalam jaringan yang dapat dimakan.

Ikan salmon Chinook memiliki konsentrasi terendah, diikuti oleh ikan black rockfish dan lingcod.

"Kami menemukan bahwa organisme yang lebih kecil yang kami ambil sampelnya tampaknya menelan lebih banyak partikel antropogenik yang tidak bergizi," kata Elise Granek, pemimpin studi ini.

"Udang dan ikan kecil memakan zooplankton. Kemungkinan hewan-hewan tersebut salah memakan partikel antropogenik karena menyerupai zooplankton yang akhirnya membuat mikroplastik itu ikut terserap hewan," paparnya.

Peneliti juga menduga, pemrosesan ikan mulai dari penangkapan hingga konsumen bisa jadi menghasilkan kontaminan tambahan, misalnya saja kemasan plastik yang dimaksudkan untuk mengawetkan makanan laut.

Baca juga: Kenaikan Permukaan Air Laut Banjiri Pelabuhan Minyak Utama Dunia

Namun itu tidak berlaku secara universal untuk semua spesies.

Selain itu, dalam beberapa kasus, kontaminasi tambahan yang mungkin menempel di permukaan ikan selama pemrosesan dapat dihilangkan dengan membilasnya.

Akan tetapi hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa keberadaan partikel mikroplastik bisa tersebar luas dalam jaringan ikan yang dapat dimakan.

"Jika kita membuang dan memanfaatkan produk yang melepaskan mikroplastik, itu masuk ke lingkungan dan diserap oleh makanan yang kita makan," papar Granek.

Singkatnya, apa yang kita buang ke lingkungan akan kembali ke piring kita.

"Kami terus berupaya untuk memahami dampak partikel antropogenik pada hewan, tetapi kami juga beralih ke pekerjaan eksperimental untuk menguji solusi efektif untuk mengurangi masuknya mikroplastik ke ekosistem laut," katanya lagi.

Baca juga: Industri Pakaian Sumber Polusi Plastik yang Terabaikan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Guru Besar IPB: Sawah Kian Tergerus karena Alih Fungsi Lahan
Guru Besar IPB: Sawah Kian Tergerus karena Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Warga Desak KKP Cabut Izin Reklamasi karena Rusak Ekosistem Pulau Pari
Warga Desak KKP Cabut Izin Reklamasi karena Rusak Ekosistem Pulau Pari
Pemerintah
Tiga Remaja Jakarta Ubah 1,2 Ton Sampah Makanan Jadi Pakan Unggas
Tiga Remaja Jakarta Ubah 1,2 Ton Sampah Makanan Jadi Pakan Unggas
LSM/Figur
Pemprov Jakarta Punya 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Diklaim Terluas se-Indonesia
Pemprov Jakarta Punya 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara, Diklaim Terluas se-Indonesia
Pemerintah
Pengamat: Pengawasan Hutan Lemah karena Anggaran Pengelolaan Terlalu Kecil
Pengamat: Pengawasan Hutan Lemah karena Anggaran Pengelolaan Terlalu Kecil
LSM/Figur
Bappenas: Alokasi Dana Mitigasi Iklim Baru Rp 305 T, Pemerintah Buka Investasi
Bappenas: Alokasi Dana Mitigasi Iklim Baru Rp 305 T, Pemerintah Buka Investasi
Pemerintah
Perubahan Iklim Picu Musim Kebakaran Hutan Makin Parah
Perubahan Iklim Picu Musim Kebakaran Hutan Makin Parah
Pemerintah
Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan
Industri Makanan Gagal Penuhi Komitmen Dasar Kemasan Berkelanjutan
Swasta
IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global
IUCN Akui Bahan Bakar Fosil Ancaman Alam, Dukung Perjanjian Penghentian Global
LSM/Figur
Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus
Kepunahan Massal karena Manusia Setara Era Dinosaurus
LSM/Figur
Panas Melanda RI, BMKG Catat Suhu Tertinggi Capai 38 Derajat
Panas Melanda RI, BMKG Catat Suhu Tertinggi Capai 38 Derajat
Pemerintah
Eropa Siapkan Bantuan Dana untuk Negara Terdampak Pajak Karbon Perbatasan
Eropa Siapkan Bantuan Dana untuk Negara Terdampak Pajak Karbon Perbatasan
Pemerintah
Antara Karbon dan Kedaulatan: Menakar Arah Transisi Energi Indonesia
Antara Karbon dan Kedaulatan: Menakar Arah Transisi Energi Indonesia
Pemerintah
Nelayan Sumba Didorong Kelola Laut Berbasis Data dan Kearifan Lokal
Nelayan Sumba Didorong Kelola Laut Berbasis Data dan Kearifan Lokal
LSM/Figur
Malaumkarta Raya Sahkan Aturan Laut, Adat dan Negara Bisa Bersatu Jaga Alam
Malaumkarta Raya Sahkan Aturan Laut, Adat dan Negara Bisa Bersatu Jaga Alam
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau