Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Semua Plastik Jadi Sampah, Format dan Sistem Daur Ulang Penentunya

Kompas.com - 21/02/2025, 14:03 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Tidak semua plastik sama derajatnya. Tak semua plastik juga bakal berakhir sia-sia menjadi sampah. 

Itu kurang lebih yang terungkap dari hasil diskusi "Mitos vs fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah?" yang digelar Kompas.com, Jumat (21/2/2025).

Erny Soekotjo, peneliti di Pusat Penelitan Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup, mengungkapkan bahwa meski mirip, plastik yang beredar di pasar beragam.

Sama-sama air minum dalam kemasan, yang botol biasanya tersusun atas PET (polyethylene terephthalate) sedangkan yang gelas terdiri atas PP (polypropylene).

Selain itu, ada pula thermoplastic copolyester (TVC). "Biasanya lebih keras dan dipakai untuk shampoo," kata Erny.

Erny menerangkan, tidak semua plastik tidak dapat didaur ulang. "TVC, misalnya, banyak yang mengatakan tidak bisa didaur ulang. Padahal sebenarnya bisa," terangnya.

Namun demikian, Hadiyan Fariz Azhar dari CEO Kita Bumi Global mengungkapkan, bisa atau tidaknya didaurulang tidak selalu jadi penentu apakah material akan jadi sampah.

"Yang bikin plastik sampah atau tidak itu bukan hanya materialnya, tetapi behavior kita, bagaimana kita berinteraksi dengan plastik. Kalau buruk ya jadi sampah," urainya.

Format Plastik Menentukan

Plastik PP sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang baik. Namun, format gelas plastik dan perilaku penggunaannya membuat nilai ekonominya kurang bersaing untuk didaur ulang.

Saat dibuang ke tempat sampah, gelas plastik biasanya berisi sisa minuman, ampas kopi, dan cairan atau padatan lain.

Akibatnya, ketika pemulung mengumpulkannya, berat gelas plastik yang ditimbang masih berat kotor. 

"Jadi gelas PP susutnya bisa 60 persen. Harga jualnya pun akhirnya dipotong," terang Hadiyan.

"Karena ukurannya, ngumpulin gelas PP juga lebih capek. Kalau kelola botol PET itu sangat mudah," imbuhnya.

Baca juga: Hanya 9 Persen Plastik di Dunia yang Berhasil Didaur Ulang

Agar dapat memperoleh nilai yang sama dengan botol PET, pengumpul harus mengumpulkan gelas plastik PP lebih banyak, membuat prosesnya lebih melelahkan dan tidak efisien.

Saat ini, PET dan HDPE (High Density Polyethylene) merupakan jenis plastik yang paling banyak diminati dalam industri daur ulang. 

PET sudah memiliki ekosistem daur ulang yang cukup matang sehingga pengelolaannya lebih mudah. HDPE banyak digunakan industri kecil dengan rantai pasok yang belum sekuat PET.

Sistem Daur Ulang Penting

Plastik juga bakal menjadi sampah jika rantai pasok produk dan sistem daur ulangnya tak terkoneksi dengan baik.

Ahmad Safrudin dari Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) mengungkapkan, selama ini pengelolaan sampah plastik lebih banyak bertumpu pada pemulung dan bank sampah.

Meski PET dan HDPE sudah lebih matang dan terbukti bisa diolah ulang, menjadi produk fashion misalnya, penyerapan sampahnya belum maksimal.

Seringkali, penyerapan sampah plastik yang belum maksimal dikaitkan dengan kinerja bank sampah yang masih kurang.

Padahal, kurangnya penyerapan juga berarti produksi berlebihan perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG).

"Ketika membuat produk seharusnya perusahaan juga mempertimbangkan rencana daur ulang kemasannya," kata Ahmad.

Produsen plastik seharusnya tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga memiliki pabrik daur ulang sendiri. 

Dengan demikian, tanggung jawab pengelolaan sampah plastik tidak hanya dibebankan kepada masyarakat, tetapi juga menjadi bagian dari perencanaan produksi sejak awal.

Baca juga: AMDK Gelas Plastik adalah Desain Produk Buruk, Lebih Baik Dilarang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau