Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mikroplastik Jadi Tantangan Serius di Laut, Bisa Ancam Manusia

Kompas.com - 28/02/2025, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) Profesor Mufti Petala Patria mengatakan, mikroplastik menjadi tantangan serius laut Indonesia.

Selain menjadi ancaman serius bagi laut, mikroplastik alias partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter (mm) juga mengancam perairan air tawar.

Karena cemaran mikroplastik di perairan, tubuh manusia dapat kemasukan mikroplastik saat mengonsumsi ikan, kerang, atau organisme air lainnya.

Baca juga: Antioksidan Buah dan Bunga Bisa Tangkal Efek Negatif Mikroplastik

Hal tersebut mengkhawatirkan karena mikroplastik pada manusia mengakibatkan perubahan kromosom yang menyebabkan infertilitas, obesitas, kanker, serta meningkatkan respons imun.

Berdasarkan sumbernya, mikroplastik dibedakan menjadi dua, yakni mikroplastik primer dan mikroplastik sekunder.

Mikroplastik primer merupakan plastik berukuran kurang dari 5 mm berupa pelet yang banyak digunakan untuk campuran produk pembersih dan kosmetik.

Sementara mikroplastik sekunder adalah sampah plastik yang akan terurai menjadi partikel yang lebih kecil.

Bentuk partikel mikroplastik berupa fiber, fragmen, film, dan granula. Mikroplastik fiber berbentuk seperti benang yang berasal dari degradasi jaring ikan nelayan dan bahan kain.

Baca juga: Pakaian Jadi Sumber Mikroplastik, Ahli Ungkap Sederet Efeknya

Adapun mikroplastik fragmen, film, dan foam berasal proses degradasi kantong plastik, kemasan produk kebutuhan sehari-hari, atau abrasi. Mikroplastik memiliki densitas yang lebih kecil dari air laut, sehingga dapat melayang di air cukup lama.

Namun, akibat bereaksi dengan senyawa kimia atau melekat dengan mikroorganisme, densitas mikroplastik meningkat dan akan tenggelam tersimpan di sedimen dasar laut.

Dalam kajiannya, Mufti mengamati berbagai penelitian terkait mikroplastik. Dari hasil kajian tersebut, ia menemukan bahwa kandungan mikroplastik di air dan sedimen di Kepulauan Seribu yang dekat dengan pesisir Tangerang, yaitu Pulau Untung Jawa (jarak 7 km) dan yang lebih jauh yaitu Pulau Tidung (jarak 29 km), mengalami perubahan.

Jumlah mikroplastik di pulau yang jauh dari pesisir berkurang 12 persen untuk di air dan berkurang 20 persen untuk di sedimen.

Artinya, pencemaran mikroplastik di Kepulauan Seribu bersumber dari pesisir Jakarta dan Tangerang. Selain itu, penelitian di lokasi yang sama dengan jeda waktu satu tahun juga menunjukkan peningkatan jumlah mikroplastik.

Baca juga: Kontaminasi Mikroplastik dalam Tubuh Bisa Turunkan Fungsi Otak Manusia

"Kami melakukan pemeriksaan pada sedimen Pulau Rambut pada  Maret 2022 dan Maret 2023. Jumlah mikroplastik pada tahun 2023 meningkat 19,4 persen dibandingkan tahun 2022,” ujar Mufti, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (28/2/2025).

Menurut dia, mikroplastik yang ada di air atau sedimen dapat termakan dan terisap oleh hewan atau menempel pada makroalga seperti rumput laut dan lamun.

Biota laut sering menganggap mikroplastik sebagai makanannya karena memiliki bentuk serupa.

Penelitian skala labotarorium menunjukkan dampak negatif mikroplastik terhadap biota laut, yakni terhambatnya pertumbuhan fotosintesis pada alga; berkurangnya nafsu makan dan fekunditas; serta menurunnya berat badan, fungsi lisosom dalam mencerna makanan, dan diameter dan kecepatan sperma pada tiram.

Baca juga: Mikroplastik Mengintai dari AMDK, Gelas Plastik Paling Banyak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

'Sustainable Aviation Fuel' Bakal Tekan 718 Mega Ton CO2 di 2050

"Sustainable Aviation Fuel" Bakal Tekan 718 Mega Ton CO2 di 2050

Pemerintah
Gapki Minta Beban Ekspor Dikurangi akibat Perang Dagang

Gapki Minta Beban Ekspor Dikurangi akibat Perang Dagang

LSM/Figur
Microsoft Capai 90,9 Persen Sirkularitas Perangkat Keras, Lampaui Target Nol Sampah 2025

Microsoft Capai 90,9 Persen Sirkularitas Perangkat Keras, Lampaui Target Nol Sampah 2025

Pemerintah
Inggris-RI Perkuat Kerja Sama Atasi Krisis Iklim hingga Biodiversitas

Inggris-RI Perkuat Kerja Sama Atasi Krisis Iklim hingga Biodiversitas

Pemerintah
Rumah Tamadun, Sulap Limbah Sawit Jadi Produk Ramah Lingkungan

Rumah Tamadun, Sulap Limbah Sawit Jadi Produk Ramah Lingkungan

BUMN
Penggunaan BBM Kualitas Rendah Perlu dibatasi untuk Pangkas Emisi

Penggunaan BBM Kualitas Rendah Perlu dibatasi untuk Pangkas Emisi

Pemerintah
Bahlil Proyeksikan PLTN Beroperasi di 2030 Mendatang

Bahlil Proyeksikan PLTN Beroperasi di 2030 Mendatang

Pemerintah
Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau