Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Green Mosque, Masjid sebagai Rumah Ibadah dan Aksi Iklim

Kompas.com, 1 Maret 2025, 18:50 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Khalid Walid Djamaludin*

KOMPAS.com - Indonesia menghadapi tantangan besar dalam upaya meredam laju perubahan iklim. Meskipun telah menandatangani Perjanjian Paris, komitmen pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim tampaknya masih jauh dari harapan.

Dalam Indeks Kinerja Perubahan Iklim 2025, Indonesia berada di peringkat 42 dari 67 negara. Skor Indonesia tergolong rendah dalam hal pengurangan emisi gas rumah kaca, penggunaan energi, dan kebijakan iklim.

Padahal, dampak perubahan iklim sudah meluas dan memengaruhi berbagai sektor, termasuk ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan keanekaragaman hayati. Indonesia bahkan teridentifikasi sebagai salah satu negara Asia yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Di tengah lambannya aksi pemerintah, berbagai gerakan sosial lingkungan bermunculan, tak terkecuali kelompok-kelompok Islam. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta (2024) menunjukkan, dalam lima dekade terakhir, gerakan Islam hijau (green Islam) muncul sebagai salah satu respons terhadap masalah ekologi dan perubahan iklim di Indonesia. ‘Masjid hijau’ (green mosque) atau eco-masjid merupakan salah satu elemen penting dalam gerakan tersebut.

Inisiatif ini memiliki potensi besar dalam menggerakkan aksi iklim. Sebab, masjid bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat komunitas muslim. Perubahan yang dimulai dari masjid bisa dengan cepat menyebar ke masyarakat, bahkan memengaruhi kebijakan.

Sayangnya, perkembangan inisiatif ‘masjid hijau’ masih sangat terbatas karena terganjal sejumlah tantangan seperti minimnya kesadaran umat, keterbatasan infrastruktur dan biaya serta kurangnya dukungan kebijakan.

Apa itu konsep Islam hijau dan masjid hijau?

Islam hijau adalah gerakan berbasis nilai-nilai Islam yang menekankan konservasi lingkungan dan keberlanjutan. Gerakan ini menggunakan prinsip Islam seperti khalifah fil ard (manusia sebagai khalifah di muka bumi) dan islah (perbaikan lingkungan) untuk mendorong kesadaran ekologi.

Masjid berperan penting dalam menyebarkan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan tersebut. Perwujudannya bisa lewat aspek fisik melalui desain arsitektur dan infrastruktur yang ramah lingkungan, maupun aspek sosial melalui kegiatan sosial-keagamaan.

Ajaran ini sudah ada sejak era Nabi Muhammad SAW saat masjid menjadi pusat informasi dan pengembangan masyarakat tak hanya seputar ritual ibadah, tetapi juga isu politik, sosial, dan budaya.

Di Indonesia, inisiatif ‘masjid hijau’ sempat disambut pemerintah dengan rencana menyiapkan panduan pembentukan komunitas eco-masjid untuk membangun masjid berwawasan lingkungan. Panduan ini di antaranya akan mengatur soal penanaman pohon di sekeliling masjid, pengaturan ulang penggunaan air wudu, pengelolaan sampah organik di lingkungan masjid, dan penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya.

Baca juga: PLN Indonesia Power Berhasil Uji Coba Campuran Amonia Hijau di PLTU Labuan

Kendati masih sebatas menyentuh aspek fisik, rencana ini merupakan langkah yang sangat baik. Sayangnya, sejak digagas pada 2022, inisiatif ini masih sebatas wacana.

Tantangan implementasi masjid hijau

Sejumlah riset menunjukkan ada beberapa tantangan besar dalam inisiasi masjid ramah lingkungan berbasis komunitas di Indonesia, di antaranya:

1. Kurangnya kesadaran dan penerimaan sosial

Survei PPIM UIN Jakarta (2024) menunjukkan mayoritas dari total 3.045 responden muslim belum mengenal gerakan Islam hijau.

Lebih dari 50% responden menolak konsep seperti pembatasan air wudu, penggunaan air wudu daur ulang, atau penggunaan zakat untuk mitigasi iklim. Selain itu, mayoritas juga tidak sepakat dengan fatwa haram kegiatan penebangan pohon di hutan atau penambangan atau membuang sampah plastik sembarangan.

Bahkan, lebih dari setengah responden masih mendukung praktik yang berpotensi merusak lingkungan, seperti kepemilikan pesantren atas tambang dan perkebunan sawit dengan alasan ekonomi.

2. Keterbatasan infrastruktur dan biaya

Tantangan kedua adalah keterbatasan infrastruktur dan biaya. Penggunaan infrastruktur energi terbarukan memerlukan biaya awal yang tinggi, sehingga implementasi ‘masjid hijau’ membutuhkan investasi besar dan perencanaan keuangan matang.

Biaya instalasi pembangkit listrik tenaga surya atap atau PLTS tipe off-grid saja misalnya, memakan biaya sekitar Rp12 juta. Alhasil, jumlah masjid yang memanfaatkan teknologi ramah lingkungan ini masih sangat terbatas.

3. Kurangnya dukungan regulasi dan pemantauan program

Sampai saat ini, belum ada regulasi resmi dari Kementerian Agama soal kewajiban penerapan prinsip eco-masjid. Kementerian Agama menyebut perencanaan regulasi sudah dimulai sejak 2022, tapi sampai sekarang belum terlihat hilal-nya.

Sementara itu, studi lapangan yang dilakukan PPIM UIN Jakarta (belum dipublikasi) menunjukkan program eco-pesantren yang pernah diluncurkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama beberapa yayasan pada 2011, gagal berlanjut akibat lemahnya pemantauan dan evaluasi. Pesantren di Aceh yang dulu menjadi pelopor pelaksanaan eco-pesantren, kini juga sudah terhenti sepenuhnya.

Mengapa aksi lingkungan harus dimulai dari masjid?

Masjid di Indonesia berjumlah hampir 300 ribu dengan populasi muslim sebanyak 242 juta orang dari 281 juta penduduk Indonesia.

Bayangkan jika muslim memiliki kesadaran akan isu perubahan iklim dan prinsip ‘masjid hijau’ diterapkan secara luas—misalnya melalui energi terbarukan, efisiensi air, dan edukasi lingkungan. Dampak kolektifnya akan sangat besar. Masjid dan kaum muslim bisa menjadi motor agen perubahan dalam gerakan lingkungan.

Untuk itu, program ‘masjid hijau’ ini perlu digarap dan didukung melalui pendekatan pentahelix, yang melibatkan pemerintah (sebagai regulator), sektor swasta (sebagai penyedia), akademisi (sebagai perancang), masyarakat (sebagai akselerator), dan media (sebagai penyebarluas) dalam mendukung suksesnya masjid berwawasan lingkungan.

Tidak hanya itu, lembaga-lembaga filantropi Islam yang mengelola instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) juga perlu digandeng dalam inisiatif ini. Sebab, salah satu hambatan terbesar dalam program ‘masjid hijau’ ini adalah masalah pendanaan.

Penelitian PPIM UIN Jakarta mengenai Gerakan green Islam pada 2024 mengidentifikasi beberapa praktik baik eco-masjid di Indonesia yang bisa dicontoh, seperti: program hibah 3.000 pohon untuk masjid oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI), edukasi ulama perempuan dan kampanye praktik Islam hijau melalui ceramah-ceramah di masjid oleh Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) pada 2022, hingga penerapan panel surya dan sistem pengelolaan air ramah lingkungan di Masjid Istiqlal sejak 2019.

Salah satu tantangan aksi iklim adalah asumsi bahwa perubahan iklim merupakan isu elitis. Jika dibingkai dalam narasi agama yang dekat dengan kehidupan umat, isu ini mungkin akan lebih mudah dimengerti dan diterima. Dengan demikian, akan terwujud pemahaman dan kesadaran untuk mengubah gaya hidup secara alami.

Sejatinya, menjaga lingkungan bukan sekadar kepentingan ekologis, melainkan bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral seluruh masyarakat, apa pun keyakinannya.

Baca juga: Tunjukkan Kemajuan, Instrumen Pembiayaan Hijau Capai Rp 52 T pada 2024

*Antropolog di University of Latvia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Baca tentang


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau