Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Kopi Capai Titik Termahal dalam 50 Tahun, Sayangnya Perubahan Iklim Sebabnya

Kompas.com, 2 Maret 2025, 14:48 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Harga kopi dunia mencapai angka tertinggi dalam 50 tahun tahun terakhir. Kenaikan harga terutama dialami kopi dari Brasil yang memproduksi sekitar 35-40 persen kopi dunia serta kopi Amerika Latin lainnya.

"Harganya tertinggi sejak tahun 70-an, sekitar 3,77 dollar AS per pound (Rp 62.278 per sekitar 0,45 kilogram)," kata Braydon Booher dari Stovetop Roastery di Grand Rapids, Brasil, seperti dikutip dari wzzm13.com pada Kamis (27/2/2025).

Dia mengungkapkan, kenaikan harga itu terkait dengan ketidakpastian cuaca yang berhubungan dengan perubahan iklim. Hujan jadi tak menentu dan mempengaruhi hasil pertanian.

"Tahun lalu, para petani mengalami tahun yang aneh. Anda bisa bilang ini perubahan iklim, atau El Nino, atau La Nina, yang jelas hujan datang terlambat dan petani banyak gagal panen," kata Braydon Booher dari Stovetop Roastery di Grand Rapids, Brasil.

Baca juga: Panas Ekstrem Akibat Perubahan Iklim Percepat Penuaan

Biasanya, para petani gembira jika harga naik. Namun, karena kenaikan ini terkait dengan iklim, mereka malah khawatir. Marysabel Caballero dan Moises Herrera dari Finca El Puente di Honduras salah satu yang khawatir. 

Mereka khawatir harga tinggi membuat orang mengurangi konsumsi kopi. Bagi mereka, ketidakpastian cuaca yang memicu kenaikan harga pun membuatnya repot karena harus merekrut pekerja tambahan dan mengantisipasi gagal panen.

"Bagi kami, memproduksi kopi adalah hidup kami," kata Herrera seperti diwartakan New York Times pada Sabtu (22/2/2025). "Saat ini banyak produsen mulai kehilangan harapan," imbuhnya.

Sebagian melihat tingginya harga kopi sebagai koreksi terhadap sistem internasional yang membayar produsen dengan harga rendah. Kenaikan ini bisa memperbaiki ketidakadilan yang berlangsung selama beberapa generasi sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan.

"Metode produksi lama telah merusak kesuburan dan kesehatan tanah, serta membuat pertanian kurang tangguh terhadap perubahan iklim," kata Amanda Archila, Direktur Eksekutif Fairtrade America, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Washington.

Menurut World Coffee Research, organisasi nirlaba yang mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan, sekitar 60 persen kopi dunia diproduksi oleh sekitar 12,5 juta petani di lahan yang tidak lebih dari 20 hektare. 

Sekitar 44 persen dari para petani kecil ini hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia. "Karenanya Kita perlu menuju ke harga yang lebih tinggi, harga yang memungkinkan para petani berinvestasi dalam masa depan kopi," imbuh Archila.

Suryono dari Koperasi Alko di Jambi kepada Kompas.com, Minggu (3/2/2025), mengatakan  bahwa petani kopi di wilayahnya pun tak lepas dari tantangan iklim. "Sekarang kita mulai terapkan kopi agroforestri untuk mengantisipasinya," ujarnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Pengaruhi Produksi Kakao, Termasuk Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau