JAKARTA, KOMPAS.com - Green building atau bangunan ramah lingkungan dinilai berpotensi mencegah ancaman banjir di Jakarta.
Ketua Dewan Pakar Green Building Council Indonesia (GBCI), Iwan Prijanto, menyampaikan peran penting dari konsep green building bukan hanya pada individual bangunan, namun juga pengelolaan kawasan secara keseluruhan.
"Aspek resiliensi atau ketangguhan itu menjadi satu pertimbangan dalam green building. Bukan sebagai individual building, tetpi sebagai kawasan," kata Iwan saat dihubungi, Rabu (5/3/2025).
Baca juga: Green Property Jadi Solusi Atasi Perubahan Iklim di Perkotaan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah mewajibkan ruang terbuka hijau yang cukup di setiap pengembangan properti dengan tujuan memastikan air hujan bisa diserap dengan baik.
Dalam konsep green building, setiap pengembang harus menerapkan sistem zero runoff yaitu memastikan tidak ada air yang keluar dari tapak pembangunan.
Karenanya, pengembang perlu menyediakan sistem untuk menampung air hujan yang dapat digunakan kembali.
"Seluruh area itu bisa digunakan kembali, rainwater housing, dipanen kembali airnya untuk kebutuhan misalkan siram tanaman, flushing toilet, dan lain-lain. Atau kalau itu masih bisa keberlebihan lagi, harus diresapkan kembali ke dalam bumi," jelas Iwan.
Sayangnya, pengaturan tentang pengelolaan air dan mitigasi banjir di kawasan-kawasan pengembangan properti masih lemah. Padahal, pengembang wajib memastikan keberlanjutan bangunan yang didirikan.
"Tetapi kalau di DKI, pengaturan untuk lahan-lahan persil untuk air tidak keluar sebenarnya sudah ada dalam PBG (persetujuan bangunan gedung). Untuk kawasan saya rasa masih belum ada," ujar dia.
Iwan menuturkan, kriteria pembangunan bangunan ramah lingkungan dilakukan di area dengan infrastruktur yang memadai. Makin dekat ke tengah perkotaan maka akan makin baik.
"Artinya dia akan mengoptimalkan ruang-ruang kota yang ada, karena artinya utilisasi dari infrastruktur yang ada di dalam kota bisa dimanfaatkan semaksimum mungkin," papar Iwan.
Baca juga: Produk Bahan Bangunan Ramah Lingkungan Lebih Diminati Konsumen di Indonesia
Sebaliknya, dia tidak merekomendasikan proyek yang dibangun di atas lahan baru seperti pertanian yang diubah menjadi kawasan industri ataupun perumahan.
Biasanya, kawasan itu belum didukung infrastruktur yang optimal termasuk ketidaksiapan jalan, jaringan air minum, hingga jaringan listrik untuk penghuni.
"Lebih bagus lagi kalau lokasinya itu justru bekas area yang negatif. Misalkan bekas pembuangan sampah, bekas industri yang terkontaminasi, daerah-daerah kumuh yang mulai terdegradasi kualitasnya. Itu bisa direvitalisasi, bisa ditingkatkan tanpa menimbulkan penolakan sosial," jelas Iwan.
Lokasi tersebut, menurut dia, bisa meningkatkan nilai investasi karena bertujuan memperbaiki area yang telah rusak.
"Pilihan lokasi kalau sampai ada investasi untuk memperbaiki lahan tentu akan mendapatkan rating yang lebih tinggi, karena effort-nya besar," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya