JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengungkap, rencana ekspor listrik hijau ke Singapura bakal menambah devisa hingga 4,2 miliar dolar AS per tahun.
Dalam laporan berjudul "Maximizing Reciprocal Benefit from Indonesia's Green Electricity Export to Singapore" ini, IEEFA juga memprediksi ekspor listrik bersih menambah pajak penghasilan 210 juta - 600 juta dolar AS per tahunnya.
“Rencana ekspor listrik ke Singapura ini akan menghasilkan tambahan devisa dan pajak penghasilan yang signifikan," ujar Analis Keuangan Energi IEEFA, Mutya Yustika, dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).
"Yang pada akhirnya dapat membantu Indonesia membiayai proyek-proyek energi terbarukan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri," imbuh dia.
Ia menjelaskan, IEEFA menghitung dengan asumsi ekspor listrik sebesar 3,4 gigawatt (GW) dan tarif yang disepakati sekitar 14 sen - 20 sen dolat AS per kilowatt hour (kWh).
Mutya menilai, membebankan pembiayaan listrik energi terbarukan ke Singapura dapat meringankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Indonesia juga dapat menerapkan royalti untuk setiap kWh listrik yang diekspor ke Singapura untuk meningkatkan pendapatan negara.
Selain itu, pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung ekspor listrik akan memperkuat manufaktur dan rantai pasok industri EBT Indonesia.
Mutya menyatakan, target ekspor listrik 2 GW setidaknya membutuhkan pasokan panel surya hingga 11 gigawatt peak (GWp) dan baterai penyimpanan 21 GWh, yang merupakan permintaan signifikan bagi industri manufaktur.
Peluang Kerja Baru
Mutya berpendapat, ekspor listrik ke Singapura pun membuka peluang kerja baru di Indonesia. PLTS Cirata, misalnya, yang mempekerjakan 1.400 orang selama masa konstruksi dan operasi.
"Dengan kapasitas panel surya 11 GWp, diperkirakan 80.000 pekerja akan dibutuhkan. Tidak termasuk tambahan pekerja yang dibutuhkan oleh industri manufakturnya,” ucap dia.
Baca juga: Greenfaith Ajak Umat Beragama Hemat Listrik Saat Ibadah
Mutya menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia perlu menetapkan kuota kapasitas maupun volume listrik energi terbarukan yang akan diekspor ke Singapura. Namun, tetap memastikan kebutuhan listrik bersih domestik terpenuhi.
Kedua, perlu ditetapkan tarif listrik khusus untuk ekspor listrik energi terbarukan yang merefleksikan harga pasar dan kesepakatan kedua pihak, mengingat biaya transmisi ekspor listrik akan lebih tinggi.
Selanjutnya, kedua negara harus menyepakati pembagian manfaat kredit karbon yang adil.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya