Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ija Suntana
Dosen

Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Negara dan Kebijakan Ekosistem Jalan Tengah

Kompas.com - 10/03/2025, 12:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA salah satu negara dengan “anugerah hijau” yang luar biasa dibandingkan banyak negara lain di dunia.

Agar anugerah tersebut bukan sekadar hamparan tumbuhan dan pepohonan, tapi juga menjadi “hamparan cuan” bagi masyarakat, diperlukan strategi dan kebijakan yang seimbang antara perlindungan lingkungan dan pemanfaatan ekonomi.

Menyeimbangkan antara perlindungan lingkungan dan perlindungan nasib ekonomi masyarakat merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan akal sehat dan pendekatan berbasis fakta.

Kebijakan yang hanya berorientasi pada perlindungan lingkungan secara ekstrem akan membawa dampak buruk jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat, sebagaimana eksploitasi hamparan hijau tanpa kendali.

Keputusan yang terburu-buru menutup tempat-tempat ekowisata atau menghentikan pemanfaatan lahan hijau yang sedang berjalan tanpa analisis risiko yang mendalam, berpotensi menciptakan krisis ekonomi bagi masyarakat. Bagaikan memburu rusa di hutan, tapi melepaskan kambing di kandang.

Baca juga: Banjir, Jejak Konsumerisme, dan Pertaubatan Ekologis

Keputusan buru-buru tersebut terlihat seperti tindakan tegas, tetapi justru menghasilkan kerugian yang lebih besar daripada manfaatnya.

Selain itu, keputusan yang buru-buru mengabaikan fakta bahwa sebagian besar sektor ekonomi berbasis alam bisa dikembangkan secara berkelanjutan jika dikelola dengan benar.

Jika kebijakan lingkungan diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak terhadap mata pencaharian masyarakat, maka yang terjadi bukanlah penyelamatan lingkungan, melainkan “pemiskinan massal”.

Ini justru bisa berujung pada eksploitasi lingkungan yang “lebih brutal” karena warga yang kehilangan sumber penghasilan akan mencari cara sendiri untuk bertahan hidup, termasuk eksploitasi ilegal yang tidak terkendali.

Bukan sekadar menghentikan

Kita sepakat bahwa eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali menyebabkan degradasi ekosistem, meningkatkan risiko bencana alam, dan merusak keseimbangan alam jangka panjang.

Untuk itu, diperlukan regulasi untuk melindunginya. Namun, regulasinya harus bersifat adaptif dan berbasis kebutuhan masyarakat untuk menghindari konflik antara perlindungan lingkungan dan stabilitas ekonomi.

Ketika pemerintah belum berdaya sepenuhnya dalam menyediakan lapangan kerja yang nyata untuk masyarakat, maka solusi lingkungan bukan hanya pada kebijakan yang menghentikan pemanfaatan, tetapi pada kebijakan yang mendorong inovasi ekonomi berbasis hamparan hijau.

Baca juga: 4 Wisata di Puncak Bogor Disegel, Ini Alasannya

Diakui atau tidak, sampai saat ini pemerintah dengan sendirinya belum bisa memanfaatkan hamparan hijau negeri ini untuk membangun kapasitas ekonomi masyarakat. Masih memerlukan mitra dari kalangan pengusaha.

Oleh sebab itu, ekowisata yang telah berjalan dan berdampak bagi perekonomian warga tidak seharusnya ditutup mentah-mentah, tetapi justru ditata ulang agar lebih berkelanjutan.

Menghentikan pemanfaatan lahan hijau secara “membabi buta” adalah sikap yang tidak rasional. Tidak semua pemanfaatan lahan hijau otomatis merusak lingkungan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau