Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nurun Najib
Dosen

Dosen Sosiologi pada Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA)

Banjir, Jejak Konsumerisme, dan Pertaubatan Ekologis

Kompas.com - 07/03/2025, 10:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari belakangan, di sejumlah kawasan di Indonesia tidak henti-hentinya diguyur hujan, Jabodetabek di antaranya.

Sejumlah orang sudah berkomat-kamit merapalkan doa supaya banjir bandang tak jadi datang. Sebagian lain sibuk memprediksi akan terjadinya siklus banjir Jakarta lima tahunan. Dalam tarikh, banjir besar terjadi di Jakarta lima tahun lalu, tepatnya pada 2020.

Apa mau dikata, curah hujan yang begitu tinggi pada akhirnya membuat banyak tempat di Jabodatebek kebanjiran air bah. Bekasi tercatat yang paling parah.

Warga mengungsi, aktivitas terhambat, dan tentu saja kerugian material dan non-material tak bisa dihindarkan.

Misalnya, pada banjir yang melanda Jakarta lima tahun lalu, INDEF mengestimasikan kerugiannya lebih dari Rp 10 triliun.

Entah berapa rupiah kerugian yang disebabkan banjir bandang beberapa hari ini, belum ada data yang bisa kita baca bersama.

Namun, di balik bencana tersebut, ada jejak penting yang kita lupakan, konsumerisme. Ya, gaya hidup yang serba konsumtif nyatanya menyimpan rantai tak kasat mata dengan banyaknya bencana lingkungan yang terjadi.

Baca juga: 4 Wisata di Puncak Bogor Disegel, Ini Alasannya

Hidup dalam cangkang modernitas

Modernitas yang ditandai dengan situasi serba tidak pasti melahirkan keterbutuhan akan pengukuhan identitas.

Konsumsi tidak lagi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keseharian, lebih dari itu konsumsi telah dimaknai sebagai pertukaran identitas, sebagai pengukuhan kelas sosial.

Dari baju yang selalu up to date, gadget dan alat transportasi keluaran terbaru, hingga rumah-rumah mewah yang sejatinya tidak terlalu dibutuhkan dalam keseharian telah “dipaksakan” sebagai gaya hidup baru.

Sayangnya, di balik semua hingar bingar tersebut, ada sistem yang bekerja secara senyap, merusak lingkungan dan pada muaranya akan berdampak pada kita semua.

Ulrich Beck, seorang Sosiolog asal Jerman, dalam bukunya Risk Society: Towards a Modernity (1992), mengingatkan kita bersama bahwa laju modernitas tidak hanya akan membawa kita pada zaman kemajuan belaka. Lebih dari itu, modernitas juga menanggung risiko yang diproduksi.

Baca juga: Sawah Berubah Jadi Perumahan, Bekasi Terancam Banjir sampai Kapan Pun

Konsumerisme, sebagai salah satu anak kandung kapitalisme, adalah salah satu mesin penghasil risiko tersebut.

Setiap dari komoditas yang seolah-olah kita butuhkan maka sebenarnya kita turut serta dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan menghasilkan residu dalam skala masif.

Beck dalam hal ini menyebutnya dengan produksi risiko (risk product), sebuah resiko yang tidak lagi alami, tetapi dibuat oleh manusia modern melalui sistem industri dan konsumsi yang tidak memiliki paradigma keberlanjutan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Keluar dari JETP, Pemerintah Perlu Tarik Investasi Besar untuk Transisi Energi

AS Keluar dari JETP, Pemerintah Perlu Tarik Investasi Besar untuk Transisi Energi

Pemerintah
7 Pengelola TPA 'Open Dumping' Bakal Dipidana karena Terbukti Cemari Lingkungan

7 Pengelola TPA "Open Dumping" Bakal Dipidana karena Terbukti Cemari Lingkungan

Pemerintah
Mundurnya AS dari JETP Dinilai Tak Berdampak Signifikan ke Transisi Energi RI

Mundurnya AS dari JETP Dinilai Tak Berdampak Signifikan ke Transisi Energi RI

Pemerintah
Pertamina Targetkan Pangkas Emisi hingga 1,6 Juta Metrik Ton CO2 pada 2025

Pertamina Targetkan Pangkas Emisi hingga 1,6 Juta Metrik Ton CO2 pada 2025

Pemerintah
Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion

Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion

Swasta
Foopak Dorong Upaya UMKM Kuliner Mandiri dan Ramah Lingkungan

Foopak Dorong Upaya UMKM Kuliner Mandiri dan Ramah Lingkungan

Swasta
Kemenhut Akan Pidanakan Pemburu Harimau Sumatera, 6 Terduga Pelaku Ditangkap

Kemenhut Akan Pidanakan Pemburu Harimau Sumatera, 6 Terduga Pelaku Ditangkap

Pemerintah
Perubahan Iklim Berpeluang Jadi 'Cuan' untuk PLN, Kok Bisa?

Perubahan Iklim Berpeluang Jadi "Cuan" untuk PLN, Kok Bisa?

BUMN
Liverpool Bermitra dengan 1PointFive untuk Kredit Penghapusan Karbon

Liverpool Bermitra dengan 1PointFive untuk Kredit Penghapusan Karbon

LSM/Figur
Makin Panas, Suhu Februari 2025 Naik 1,59 Derajat Celsius

Makin Panas, Suhu Februari 2025 Naik 1,59 Derajat Celsius

LSM/Figur
Kementerian ESDM: Potensi Listrik dari Sampah Capai 3 Gigawatt

Kementerian ESDM: Potensi Listrik dari Sampah Capai 3 Gigawatt

Pemerintah
Orang Kaya Bisa Bantu Atasi Masalah Iklim, Saatnya Minta Mereka Kurangi Emisi

Orang Kaya Bisa Bantu Atasi Masalah Iklim, Saatnya Minta Mereka Kurangi Emisi

Pemerintah
Lakukan Efisiensi Energi, Gedung PTK Raih Sertifikat Green Building

Lakukan Efisiensi Energi, Gedung PTK Raih Sertifikat Green Building

BUMN
Ekonomi Pisang Capai 11 Miliar dollar AS Per Tahun, Perubahan Iklim Mengancamnya

Ekonomi Pisang Capai 11 Miliar dollar AS Per Tahun, Perubahan Iklim Mengancamnya

Pemerintah
Mengenal FOLU Net Sink: Pengertian, Target, dan Pendanaan

Mengenal FOLU Net Sink: Pengertian, Target, dan Pendanaan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau