KOMPAS.com - Organisasi Maritim Internasional (IMO) akan segera memperkenalkan peraturan yang mengikat industri perkapalan global untuk mengurangi hingga akhirnya menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, IMO mempertimbangkan untuk memberlakukan pajak emisi global pertama kalinya pada industri perkapalan.
Langkah ini bertujuan untuk mempercepat transisi ke bahan bakar yang lebih bersih dan mencapai target pengurangan emisi global.
Baca juga: Bagaimana Platform Digital Bantu Perusahaan Pangkas Emisi Scope 3?
IMO akan mengadakan perundingan di kantor pusatnya di London untuk menyusun langkah-langkah mengurangi dampak iklim dari pengiriman internasional yang menyumbang sekitar 3 persen dari emisi karbon global.
Melansir CNBC, Rabu (9/4/2025) Beberapa langkah yang sedang dibahas mencakup standar bahan bakar maritim global dan elemen ekonomi, seperti pungutan karbon yang telah lama diperdebatkan atau skema kredit karbon.
Jika berhasil diimplementasikan, mekanisme penetapan harga yang kuat di sektor perkapalan ini kemungkinan akan dianggap sebagai salah satu kesepakatan iklim terbesar dalam satu dekade.
Namun penerapan dari kebijakan tersebut masih jauh dari kepastian.
Para pengamat menyebutkan ada kekhawatiran atas tarif AS yang meluas, perang dagang global yang sedang berkembang, dan keengganan dari negara-negara anggota yang dengan tegas menentang segala jenis struktur pungutan.
"Saya pikir ini akan menjadi perubahan besar. Tidak ada industri lain di tingkat global yang membuat komitmen sebesar ini dan saya berpendapat sebagian besar negara pun belum membuat komitmen sebesar ini," kata Sara Edmonson, kepala advokasi global di perusahaan tambang raksasa Australia Fortescue.
Ia menambahkan keputusan akhir masih jauh dari pasti terutama terkait harga karbon global.
Lebih lanjut, pendukung pengenaan biaya emisi gas rumah kaca global pada industri pelayaran ini meliputi negara-negara Kepulauan Pasifik, seperti Fiji, Kepulauan Marshall, dan Vanuatu, serta negara-negara Kepulauan Karibia, termasuk Barbados, Jamaika, dan Grenada.
Sementara mereka yang menentang pungutan karbon adalah Brasil, China, dan Arab Saudi. Mereka kekhawatiran atas daya saing ekonomi dan meningkatnya ketimpangan dengan pemberlakuan kebijakan itu.
Para delegasi di IMO sepakat pada tahun 2023 untuk menargetkan emisi sektor nol bersih pada tahun 2050 dan menetapkan ketentuan untuk menyelesaikan serangkaian langkah pengurangan karbon jangka menengah pada tahun 2025.
Baca juga: Bagaimana Daur Ulang Kapal Usai Tak Terpakai?
Sektor pelayaran internasional, yang bertanggung jawab atas pengangkutan sekitar 90 persen perdagangan global, dianggap sebagai salah satu industri yang paling sulit didekarbonisasi mengingat besarnya jumlah bahan bakar fosil yang dibakar kapal setiap tahun.
Angie Farrag-Thibault dari Environmental Defense Fund berpendapat bahwa keberhasilan perundingan di IMO dalam mengatasi emisi perkapalan memerlukan dua elemen kunci.
Dua hal tersebut yakni standar bahan bakar global yang ambisius untuk membatasi emisi dan mekanisme ekonomi yang kuat dan efektif untuk mendorong industri perkapalan mengurangi polusi secara substansial.
Ia juga menekankan implementasi standar bahan bakar dan mekanisme ekonomi untuk mengurangi emisi perkapalan harus disertai dengan mekanisme penyaluran dana yang adil, memanfaatkan struktur pendanaan iklim yang sudah ada.
Hal ini akan mendorong pemilik kapal untuk beralih ke bahan bakar bersih dan teknologi baru, sekaligus memberikan dukungan yang diperlukan kepada wilayah-wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya