JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal mewajibkan pengelola industri memasang stasiun pamantau kualitas udara atau SPKU. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan hal itu dilakukan untuk menekan polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menjelang musim kemarau.
Menurut Hanif, nantinya akan ada Keputusan Menteri yang dikeluarkan terkait kewajiban tersebut.
"Karena ini Peraturan Menteri-nya belum ada kami akan memandatkan lebih awal dengan Keputusan Menteri sampai Peraturan Menterinya akan dikeluarkan. Sehingga sifatnya semi-semi mandatorium," ungkap Hanif saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).
Baca juga: Usai Libur Lebaran 2025, Rata-rata Kualitas Udara RI Sedang dan Baik
Selain SPKU, KLH meminta agar industri bisa mengonversi bahan bakar batu bara untuk boiler menjadi gas. Berdasarkan penelitian, boiler batu bara berkontribusi pada 16-20 persen polusi udara di Jakarta.
Hanif menyatakan, industri dapat mengganti bahan bakarnya secara bertahap.
"Untuk mengubah itu kan harus mengonversi peralatan, penyiapan, pembangunan. Sebenarnya tidak ada masalah teknis dikonversi ke gas, ini mestinya bisa. Dengan demikian akan jauh meningkatkan kualitas udara Jakarta dari sisi boiler," jelas dia.
Data menunjukkan, polusi udara terbesar berasal dari bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor. Di Jakarta, misalnya, tercatat ada 24 juta unit mobil yang mengaspal di jalanan.
Belum lagi mobil besar pengangkut barang yang turut meningkatkan polusi. Hanif menyebut, BBM dengan standar emisi Euro 4 dinilai sebagai langkah krusial untuk menekan tingkat polusi udara di kota besar.
Standar Euro 4 memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah dibandingkan standar sebelumnya, sehingga dapat mengurangi penyebaran partikel pencemar di udara.
Baca juga: Hanya 7 Negara yang Penuhi Standar Kualitas Udara WHO, Chad dan Bagladesh Paling Tercemar
Oleh karenanya, Hanif berujar bahwa pemerintah perlu menyiapkan BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Kami sedang menyampaikan ke pemerintah ada semacam Peraturan Presiden, karena ini lintas wilayah kami sedang menyusun, memohon izin untuk mendapat izin prakasa penyusunan Peraturan Presiden penanganan kualitas udara di Jabodetabek," ucap Hanif.
"Ini khusus karena jumlahnya (penduduk) 30,4 juta orang. Ini kan tidak main-main. Kena 1 persen (polusi) saja sudah berapa juta harusnya kita keluarkan biayanya kemudian harus kita keluarkan untuk menangani," imbuh dia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya