KOMPAS.com - Investor di sektor pangan didorong untuk segera meningkatkan manajemen risiko iklim, menyusul proyeksi kerugian ekonomi global yang bisa mencapai 38 triliun dolar AS pada tahun 2050 jika suhu bumi naik 2,5 derajat Celsius.
Skenario ini bukan isapan jempol. PBB memperkirakan suhu global bisa naik 2,6 hingga 2,8 derajat Celsius pada tahun 2100, meskipun semua negara menjalankan komitmen mereka dalam Perjanjian Paris.
Situasi ini diperparah oleh keputusan Amerika Serikat untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut, yang menghambat upaya global menekan laju pemanasan.
Baca juga: BMKG Hadirkan Layanan Cuaca dan Iklim untuk Ketahanan Pangan
Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh First Sentier MUFG Sustainable Investment Institute dan dilansir Edie pada Rabu (16/4/2025), para investor diingatkan akan ancaman nyata perubahan iklim terhadap sistem pangan global.
Kebutuhan Pangan Meningkat, Risiko Iklim Semakin Besar
Menurut laporan tersebut, permintaan pangan global diperkirakan tumbuh 1,26 persen per tahun hingga 2033, melebihi laju pertumbuhan penduduk di banyak wilayah. Ini berarti tekanan terhadap sistem pangan akan semakin besar, sementara risiko perubahan iklim justru mengancam kapasitas produksi pertanian.
Cuaca ekstrem seperti badai, gelombang panas, dan kekeringan diprediksi akan semakin sering dan intens akibat perubahan iklim. Dampaknya akan berbeda-beda di setiap wilayah—ada yang mengalami banjir dan badai besar, ada pula yang menghadapi kekeringan panjang dan suhu ekstrem. Kedua kondisi ini berpotensi merusak produksi pertanian, infrastruktur pangan, hingga rantai pasok global.
Risiko Iklim Tidak Hanya Ancaman Bagi Petani
Meski investasi pangan saat ini lebih banyak tertuju ke sektor pengolahan, distribusi, dan ritel, laporan menegaskan bahwa seluruh rantai pasok pangan terpapar risiko iklim—dari produsen hingga konsumen.
"Dunia sedang bergerak melewati titik kritis iklim yang mengancam sistem pertanian secara menyeluruh," ujar Sudip Harza, Direktur First Sentier MUFG Sustainable Investment Institute.
Ia menekankan bahwa investor punya peran strategis dalam mewujudkan sistem pangan global yang lebih tahan iklim.
Baca juga: Menanam Benih Langit di Bumi: Spirit Ketahanan Pangan Nusantara
Hal ini bisa dilakukan dengan sejumlah langkah:
Memasukkan risiko fisik akibat perubahan iklim ke dalam proses pengambilan keputusan investasi;
Laporan menyarankan agar para investor:
Langkah-langkah itu diharapkan menciptakan pendekatan yang terstruktur dan berkelanjutan dalam seluruh siklus investasi, sehingga sektor pangan tidak hanya bertahan, tapi juga mampu berkembang di tengah tantangan iklim masa depan.
Baca juga: Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya