Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 24 April 2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk memperluas penggunaan gas bumi untuk transisi energi dinilai bakal menjadi beban berat bagi perekonomian Indonesia di masa depan.

Dalam draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033, ada rencana penambahan 22 gigawatt (GW) pembangkit listrik gas baru akan dibangun di lebih dari 100 lokasi di seluruh Indonesia hingga 2040.

Oleh pemerintah, gas bumi dinilai menjadi jembatan transisi energi menggantikan batu bara.

Baca juga: Batu Bara hingga Gas Alam Jadi Sumber Utama Hidrogen untuk Bahan Bakar

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan, produksi gas bumi di Indonesia menurun dan hampir tidak pernah mencapai target selama 10 tahun terakhir.

Bahkan pada 2024, produksi gas Indonesia turun 20 persen bila dibandingkan 2015.

Hal tersebut disampaikan Leonard dalam peluncuran laporan terbaru dari Greenpeace Indonesia dan Center of Economic and Law Studies (Celios), Kamis (24/4/2025).

Apabila 22 GW pembangkit listrik tenaga gas direalisasikan, pada 2040 Indonesia akan mengimpor gas dari luar untuk mencukup kebutuhannya.

Baca juga: Elpiji 3 Kg Langka, Gas Bumi Bisa Jadi Alternatif Pengganti?

Jika diteruskan lagi, Leonard menuturkan Indonesia bisa menjadi pengimpor atau net importer gas pada 2050.

"Jadi di 2050, 30 persen dari kebutuhan gas kita kita harus impor kalau kita melanjutkan skenario pengembangan pembangkit listrik tenaga gas 22 GW," kata Leonard dalam acara tersebut yang diikuti secara daring.

Leonard menuturkan, prediksi tersebut bisa membuat Indonesia mengulangi sejarah, di mana Indonesia menjadi net importer minyak pada 2004.

Dia menambahkan, jika skenario tersebut terjadi, Indonesia bisa menghadapi beban ganda sebagai negara net importer minyak dan net importer gas. Kondisi itu berimplikasi serius terhadap defisit transaksi berjalan Indonesia.

Baca juga: Pemerintah Genjot Pemanfaatan Gas Bumi untuk Capai Ketahanan Energi

Berdampak ke rupiah

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, defisit transaksi berjalan di sektor minyak dan gas bisa semakin membuat rupiah melemah.

Pasalnya, sektor migas merupakan salah satu kontributor terbesar dan konsisten terhadap pelemahan rupiah selama ini.

Bhima menuturkan, ketika impor gas, dollar yang dibutuhkan untuk menebus sumber daya tersebut bakal semakin membengkak.

"Kalau Indonesia jadi importir gas dan minyak, rupiah akan terus terdepresiasi? Tidak akan bisa kembali ke Rp 15.000 (per dollar AS) karena butuh valas yang besar untuk impor gas," papar Bhima.

Baca juga: Meski Gas Bumi Jadi Energi Alternatif, Produksinya Diproyeksi Menurun

Dia menambahkan, transisi energi bisa menjadi bom waktu bagi perekonomian Indonesia bila salah langkah.

"Ini bukan masalah suka dan enggak suka gas. Ini masalah ketahanan ekonomi nasional," papar Bhima.

Menurut temuan studi tersebut, pembangkit listrik tenaga gas juga akan menurunkan output ekonomi sebesar Rp 941,4 triliun secara akumulatif hingga 2040.

Sedangkan pembangkit listrik tenaga gas siklus gabungan akan menurunkan output hingga Rp 280,9 triliun.

Baca juga: Lemigas Tekankan Penggunaan Gas Bumi Bisa Kurangi Emisi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau