Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/04/2025, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi disahkannya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan (Road Map) Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. 

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, permen ini menjadi dasar hukum penting yang akan memandu pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. 

Berdasarkan kajian IESR, agar suhu bumi tidak melebihi 1,5 derajat celsius, sebanyak 72 PLTU batu bara dengan total kapasitas 43,4 gigawatt (GW) perlu dipensiunkan pada periode 2022–2045. 

Baca juga: Peta Jalan Transisi Energi Dinilai Dukung Pensiun Dini PLTU

Pada periode 2025–2030, IESR merekomendasikan pemensiunan 18 PLTU berkapasitas total 9,2 GW.

Angka tersebut terdiri atas delapan PLTU milik PLN dengan kapasitas 5 GW dan 10 PLTU milik pembangkit swasta dengan kapasitas 4,2 GW.

Kajian IESR ini juga telah mempertimbangkan sejumlah pertimbangan yang tercantum dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2025 dalam memensiunkan PLTU batu bara.

Pertimbangan tersebut seperti usia dan kapasitas pembangkit, keekonomian proyek, serta dampak lingkungan, terutama keluaran emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Bahlil Teken Peta Jalan Transisi Energi, PLTU Bisa Pensiun Dini Asalkan...

Dalam Permen tersebut, pemerintah juga sangat mempertimbangkan ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri dalam mempercepat pengakhiran operasional PLTU batu bara. 

IESR memperkirakan, biaya pensiun dini PLTU mencapai 4,6 miliar dollar AS hingga tahun 2030 dan 27,5 miliar dollar AS hingga 2050. 

Sekitar dua pertiga atau 18,3 miliar dollar AS berasal dari PLTU milik swasta, dan sepertiga atau 9,2 miliar dollar AS berasal dari PLTU milik PLN. 

Meski biaya awal pensiun PLTU tergolong besar, manfaat jangka panjangnya dari penurunan biaya kesehatan, dan subsidi PLTU mencapai 96 miliar dollar AS pada 2050.

Baca juga: PLTU Paiton Didorong Terapkan Co-firing Biomassa hingga CCS

Faaby menuturkan, dukungan pendanaan untuk pensiun dini PLTU yang tidak efisien, mahal dan menyebabkan polusi udara akut milik PLN bisa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

"Namun dananya yang ditambah dengan penyertaan modal negara harus dipakai untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan dan penguatan jaringan listrik. Ini serupa dengan memindahkan dana dari kantong kiri ke kanan," jelas Fabby, dikutip dari siaran pers, Rabu (23/4/2025).

Fabby menambahkan, sembari menunggu masa pensiun PLTU, pengoperasian PLTU secara fleksibel dapat dilakukan untuk mendukung integrasi energi terbarukan, khususnya surya dan angin.

Pendekatan ini akan mengubah sistem operasi tenaga listrik, di mana PLTU akan beroperasi mengikuti pola pembangkit intermiten, dalam batas teknis yang aman bagi sistem. 

Dengan cara ini, penetrasi energi terbarukan dalam sistem kelistrikan dapat meningkat secara signifikan.

Baca juga: Berkapasitas 1.320 MW, PLTU Tanjung Lalang akan Pasok Listrik di Sumatera

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau