JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram membuat banyak orang kelabakan lantaran kini tak bisa lagi membelinya di pengecer.
Kondisi ini disebabkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) mewajibkan pembelian elpiji 3 kg di pangkalan atau agen resmi.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan alternatif pengganti LPG yang dapat digunakan antara lain jaringan gas bumi (jargas) dan kompor listrik.
Baca juga:
"Dari segi biaya, jargas sebenarnya lebih murah dibanding LPG. LPG kan mahalnya karena impor, lalu juga subsidi-nya besar. Kemudian yang kedua saya kira kompor listrik, ditawarkan saja," ujar Fahmy saat dihubungi, Selasa (4/2/2025).
Namun, penyebaran jargas belum semasif LPG 3 kg yang dapat dibawa ataupun dipindahkan dengan mudah. Sistem perpipaannya pun terbatas, dan hanya bisa digunakan di rumah tangga saja.
Apabila lokasi pemasangan jauh dari sumber gas, maka dibutuhkan pipa yang sangat panjang untuk membawa gas bumi. Sementara untuk kompor listrik, hanya dapat digunakan di rumah dengan kapasitas daya listrik di atas 900 volt ampere (VA).
"Tetapi itu sebagai diversifikasi ya saya kira bisa dimanfaatkan untuk memperluas (alternatif gas), yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperpanjang jaringan pipa sehingga bisa menjangkau tempat-tempat yang lain," papar Fahmy.
Sejauh ini, ungkap Fahmy, pemasangan jargas di Indonesia masih terbilang rendah. Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga 2023, ada 703.308 sambungan rumah (SR) yang terpasang jargas.
Karena itu, dia berpendapat bahwa pemerintah perlu membangun jaringan pipa yang lebih luas menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dari segi lokasi gas bumi yang ada itu kan ada di Papua, Balikpapan, Aceh. Sementara konsumennya seperti industri, pabrik kan di Jawa. Sehingga enggak nyambung, kecuali dibuat LNG atau digasifikasi tetapi harganya lebih mahal," kata Fahmy.
Fahmy menyebut, langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang sempat melarang pengecer menjual LPG 3 kg blunder. Kata dia, kebijakan Bahlil justru mematikan usaha akar rumput bahkan menyusahkan rakyat kecil.
"Ini harus menjadi pelajaran juga bagi Bahlil, kalau mengambil keputusan jangan asal dilihat dulu apa dampaknya. Kalau misalnya kemarin antrean itu berlarut-larut bisa menimbulkan konflik sosial, bisa saling pukul, dan ini membahayakan keamanan di Indonesia," jelas dia.
Fahmy juga menekankan bahwa pembelian LPG dengan syarat menunjukkan KTP bukan solusi untuk mencegah gas bersubsidi tidak tepat sasaran. Ia lantas mengusulkan pemerintah mengubah distribusi elpiji menjadi sistem tertutup agar tepat sasaran.
"Artinya, subsidi tadi diberikan orang-orang yang memang berhak menerima, misalnya masyarakat miskin, UMKM, nelayan," tutur Fahmy.
Baca juga:
"Nah itu diberikan pada mereka untuk membeli dengan harga subsidi, mestinya itu yang dilakukan oleh Bahlil, bukan dengan melarang yang justru menyulitkan bahkan menyengsarakan," tambah dia.
Untuk diketahui, mulanya pemerintah melarang pengecer "gas melon" menjual elpiji kepada masyarakat mulai 1 Februari 2025.
Akan tetapi, kini para pengecer diizinkan kembali menjual elpiji 3 kilogram. Semua pengecer elpiji 3 kg yang telah terdaftar resmi di PT Pertamina berubah status menjadi subpangkalan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya