Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elpiji 3 Kg Langka, Gas Bumi Bisa Jadi Alternatif Pengganti?

Kompas.com - 04/02/2025, 20:15 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram membuat banyak orang kelabakan lantaran kini tak bisa lagi membelinya di pengecer.

Kondisi ini disebabkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) mewajibkan pembelian elpiji 3 kg di pangkalan atau agen resmi.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan alternatif pengganti LPG yang dapat digunakan antara lain jaringan gas bumi (jargas) dan kompor listrik.

Baca juga:

"Dari segi biaya, jargas sebenarnya lebih murah dibanding LPG. LPG kan mahalnya karena impor, lalu juga subsidi-nya besar. Kemudian yang kedua saya kira kompor listrik, ditawarkan saja," ujar Fahmy saat dihubungi, Selasa (4/2/2025).

Namun, penyebaran jargas belum semasif LPG 3 kg yang dapat dibawa ataupun dipindahkan dengan mudah. Sistem perpipaannya pun terbatas, dan hanya bisa digunakan di rumah tangga saja.

Apabila lokasi pemasangan jauh dari sumber gas, maka dibutuhkan pipa yang sangat panjang untuk membawa gas bumi. Sementara untuk kompor listrik, hanya dapat digunakan di rumah dengan kapasitas daya listrik di atas 900 volt ampere (VA).

"Tetapi itu sebagai diversifikasi ya saya kira bisa dimanfaatkan untuk memperluas (alternatif gas), yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperpanjang jaringan pipa sehingga bisa menjangkau tempat-tempat yang lain," papar Fahmy.

Sejauh ini, ungkap Fahmy, pemasangan jargas di Indonesia masih terbilang rendah. Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga 2023, ada 703.308 sambungan rumah (SR) yang terpasang jargas.

Karena itu, dia berpendapat bahwa pemerintah perlu membangun jaringan pipa yang lebih luas menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Dari segi lokasi gas bumi yang ada itu kan ada di Papua, Balikpapan, Aceh. Sementara konsumennya seperti industri, pabrik kan di Jawa. Sehingga enggak nyambung, kecuali dibuat LNG atau digasifikasi tetapi harganya lebih mahal," kata Fahmy.

Langkah Blunder Bahlil

Fahmy menyebut, langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang sempat melarang pengecer menjual LPG 3 kg blunder. Kata dia, kebijakan Bahlil justru mematikan usaha akar rumput bahkan menyusahkan rakyat kecil.

"Ini harus menjadi pelajaran juga bagi Bahlil, kalau mengambil keputusan jangan asal dilihat dulu apa dampaknya. Kalau misalnya kemarin antrean itu berlarut-larut bisa menimbulkan konflik sosial, bisa saling pukul, dan ini membahayakan keamanan di Indonesia," jelas dia.

Fahmy juga menekankan bahwa pembelian LPG dengan syarat menunjukkan KTP bukan solusi untuk mencegah gas bersubsidi tidak tepat sasaran. Ia lantas mengusulkan pemerintah mengubah distribusi elpiji menjadi sistem tertutup agar tepat sasaran.

"Artinya, subsidi tadi diberikan orang-orang yang memang berhak menerima, misalnya masyarakat miskin, UMKM, nelayan," tutur Fahmy.

Baca juga:

"Nah itu diberikan pada mereka untuk membeli dengan harga subsidi, mestinya itu yang dilakukan oleh Bahlil, bukan dengan melarang yang justru menyulitkan bahkan menyengsarakan," tambah dia.

Untuk diketahui, mulanya pemerintah melarang pengecer "gas melon" menjual elpiji kepada masyarakat mulai 1 Februari 2025.

Akan tetapi, kini para pengecer diizinkan kembali menjual elpiji 3 kilogram. Semua pengecer elpiji 3 kg yang telah terdaftar resmi di PT Pertamina berubah status menjadi subpangkalan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Elpiji 3 Kg Langka, Gas Bumi Bisa Jadi Alternatif Pengganti?

Elpiji 3 Kg Langka, Gas Bumi Bisa Jadi Alternatif Pengganti?

Pemerintah
5 Jejak Karbon Harian Tak Terduga, Salah Satunya Kirim Meme

5 Jejak Karbon Harian Tak Terduga, Salah Satunya Kirim Meme

LSM/Figur
Peneliti Temukan Padi yang Mampu Reduksi Metana Hingga 70 Persen

Peneliti Temukan Padi yang Mampu Reduksi Metana Hingga 70 Persen

LSM/Figur
RPP KEN Disetujui, EBT Bakal Digenjot hingga 70 Persen pada 2040

RPP KEN Disetujui, EBT Bakal Digenjot hingga 70 Persen pada 2040

Pemerintah
Tutupan Karang Hidup dan Populasi Pari Manta di Raja Ampat Meningkat

Tutupan Karang Hidup dan Populasi Pari Manta di Raja Ampat Meningkat

Pemerintah
Pemerintah Susun Rencana Aksi Nasional Tangani Sejumlah Kanker Prioritas

Pemerintah Susun Rencana Aksi Nasional Tangani Sejumlah Kanker Prioritas

Pemerintah
Tanpa Inovasi Pembiayaan, Mustahil Bangun Tanggul Laut 700 Km

Tanpa Inovasi Pembiayaan, Mustahil Bangun Tanggul Laut 700 Km

Pemerintah
Studi: Permukaan Laut Global Naik Hingga 1,9 M pada 2100

Studi: Permukaan Laut Global Naik Hingga 1,9 M pada 2100

LSM/Figur
Emisi Karbon Industri Sepak Bola Dunia Setara dengan Satu Negara

Emisi Karbon Industri Sepak Bola Dunia Setara dengan Satu Negara

LSM/Figur
IESR: JETP Bukan 'Omon-omon', 230 Juta Dollar AS Mengucur pada 2024

IESR: JETP Bukan "Omon-omon", 230 Juta Dollar AS Mengucur pada 2024

LSM/Figur
Ikan Gobi Kerdil, Spesies Baru yang Ditemukan Ilmuwan di Teluk Saleh

Ikan Gobi Kerdil, Spesies Baru yang Ditemukan Ilmuwan di Teluk Saleh

LSM/Figur
DPR RI Setujui RPP Kebijakan Energi Nasional, Adaptasi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

DPR RI Setujui RPP Kebijakan Energi Nasional, Adaptasi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Pemerintah
Ombudsman: 3.888 Nelayan Rugi hingga Rp 24 Miliar akibat Pagar Laut Tangerang

Ombudsman: 3.888 Nelayan Rugi hingga Rp 24 Miliar akibat Pagar Laut Tangerang

Pemerintah
BNPB Semai 26 Ton Garam dalam Sepekan, Kendalikan Hujan Ekstrem

BNPB Semai 26 Ton Garam dalam Sepekan, Kendalikan Hujan Ekstrem

Pemerintah
Pemerintah Baru Gunakan EBT 15 GW untuk Listrik, Sisanya Didominasi Energi Fosil

Pemerintah Baru Gunakan EBT 15 GW untuk Listrik, Sisanya Didominasi Energi Fosil

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau