JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah menargetkan Indonesia bisa produksi 2 juta unit kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) pada tahun 2025 sebagai bagian dari upaya membangun ketahanan energi nasional.
Langkah ini diambil untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar fosil, yang saat ini menjadi sumber utama bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
Sebagaimana dilansir dari keterangan resmi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Senin (28/4/2025), impor bahan bakar minyak Indonesia mencapai 12,8 miliar dollar AS.
Berdasarkan data yang sama, sektor transportasi menyumbang sekitar 55 persen dari total konsumsi BBM nasional.
Baca juga: Konsumsi BBM Lebaran 2025 Turun dari 2024, KESDM: Kendaraan Listrik Naik
Sementara itu, naskah kebijakan tentang pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) yang dirilis Tenggara Strategics dengan dukungan CSIS Indonesia menyebutkan, industri otomotif Indonesia memiliki peluang untuk terus tumbuh.
Indonesia dinilai berpotensi menjadi pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik dunia, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan energi.
Hitungan dalam laporan yang sama memperkirakan bahwa realisasi investasi di ekosistem KBLBB hingga tahun 2024 akan memberikan nilai tambah sebesar Rp29,6 triliun terhadap perekonomian, berkontribusi sekitar 0,2 persen terhadap PDB tahun 2020.
Adapun, kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan pada 2020 mendorong hilirisasi nikel, sehingga meningkatkan nilai tambah mineral tersebut. Langkah ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk masuk ke dalam rantai pasok kendaraan listrik global, khususnya dalam produksi komponen baterai.
Selain itu, Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan katode dan anode berbasis nikel, meskipun hingga kini sektor tersebut belum dikembangkan secara maksimal.
Peningkatan kapasitas produksi baterai kendaraan listrik berbasis nikel diharapkan tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperbaiki rantai pasok, menekan biaya, mengurangi ketergantungan impor, serta memperkuat ketahanan energi nasional.
Di sisi lain, produksi komponen baterai dinilai membuka peluang untuk diversifikasi ekspor ke sektor industri lainnya.
Baca juga: Satgas Hilirisasi Harus Dorong Pembangunan Industri Baterai dan Kendaraan Listrik
Kebijakan kendaraan listrik di Indonesia sendiri mengalami kemajuan signifikan sejak diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB, yang mencakup pemberian insentif pajak dan pengaturan standar teknis pengisian daya kendaraan listrik.
Sejumlah produsen otomotif global seperti Hyundai, Wuling, BYD, dan MG telah berinvestasi dalam pembangunan pabrik perakitan KBLBB di Indonesia. Sementara itu, produksi baterai kendaraan listrik juga telah dimulai di Karawang melalui kerja sama Hyundai dan LG.
Dari sisi permintaan, insentif yang diberikan pemerintah mendorong peningkatan penjualan mobil listrik sebesar 153 persen pada 2024, menjadi 43.188 unit.
Meski demikian, adopsi kendaraan listrik yang diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi domestik masih menghadapi tantangan besar. Hingga saat ini, mobil listrik baru menyumbang sekitar 5 persen dari total penjualan mobil nasional.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya