Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Kehilangan Triliunan Ton Air pada Abad Ini

Kompas.com - 30/04/2025, 13:00 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Daratan Bumi kehilangan sejumlah besar air pada awal abad ke-21. Penurunan ini terjadi pada berbagai bentuk penyimpanan air di daratan, termasuk air tanah, danau, sungai, dan air yang tersimpan di dalam tanah.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan di jurnal Science edisi 28 Maret, penurunan tajam dalam penyimpanan air tawar ini didorong oleh meningkatnya suhu di daratan dan di lautan, yang pada gilirannya terkait dengan meningkatnya kejadian kekeringan global.

Mengingat proyeksi pemanasan planet, ahli geofisika Ki-Weon Seo dari Seoul National University dan rekan-rekannya menyatakan tren ini kemungkinan tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Seperti diberitakan Science News, Senin (21/4/2025) dalam studi ini, tim peneliti menggunakan beberapa metode untuk menilai hilangnya air terestrial dari tahun 2000 hingga 2020.

Baca juga: Perusahaan Perlu Lebih Serius Kelola Air Demi Masa Depan Lingkungan

Metode meliputi pengamatan gravitasi satelit di atas daratan, penilaian satelit terhadap kelembaban tanah, pengukuran kenaikan permukaan laut global, dan pengamatan variasi rotasi Bumi akibat perubahan distribusi massa di sekitar planet.

Secara keseluruhan, peneliti mengungkapkan penyimpanan air di daratan telah menurun tajam pada awal abad ke-21.

Penurunan hampir 1,3 triliun metrik ton air terestrial antara tahun 2005 dan 2015 adalah jumlah yang sangat besar. Jumlahnya setara dengan kenaikan permukaan laut global yang terukur sebesar 3,5 milimeter.

Kehilangan kelembaban tanah juga merupakan aspek yang sangat mengkhawatirkan dari berkurangnya penyimpanan air terestrial, terutama karena kaitannya dengan kekeringan.

Data satelit menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kelembaban tanah pada 2000 hingga 2002, menyusut sekitar 1,6 triliun ton, yang bahkan memberikan kontribusi lebih besar terhadap kenaikan permukaan laut per tahunnya dibandingkan dengan pencairan lapisan es Greenland pada periode yang dibandingkan.

Lalu, meskipun tingkat kehilangan air dari tanah melambat setelah penurunan drastis pada awal abad ke-21, kehilangan total selama periode 2003 hingga 2016 tetap signifikan, mencapai sekitar 1 triliun ton.

Penyebab utama di balik hilangnya air adalah naiknya suhu, baik di atmosfer maupun di lautan. Peningkatan suhu rata-rata Bumi selama beberapa dekade terakhir telah mengubah pola curah hujan sekaligus mengintensifkan penguapan dan transpirasi yakni proses di mana uap air dilepaskan ke atmosfer dari tumbuhan.

Lebih banyak uap air dari penguapan dan transpirasi dapat menyebabkan hujan lebat yang singkat, tetapi air tersebut cenderung tidak meresap ke dalam tanah dan sebagian besar menjadi limpasan yang mengalir di atas permukaan tanah ke laut.

Baca juga: 4 Langkah Jaga Siklus Air Bersih Berkelanjutan Menurut Ahli

"Dan, seiring dengan naiknya suhu Bumi, area di dunia yang mengering akibat suhu yang lebih tinggi dan perubahan pola curah hujan menjadi lebih luas daripada area yang menjadi lebih basah" kata ilmuwan lingkungan Katharine Jacobs dari University of Arizona di Tucson.

Sementara itu, di sisi lain ada juga peningkatan permintaan air tanah.

Banyak orang yang bekerja di bidang pengelolaan air mungkin tidak sepenuhnya menyadari atau memahami bagaimana pengambilan air tanah berkontribusi pada kenaikan permukaan laut dan bahkan memengaruhi kemiringan sumbu Bumi.

Itulah mengapa penggunaan kumpulan data yang berbeda ini sangat penting. Tanpa data tersebut sebagian besar peneliti mungkin tidak menyadari hubungan tersebut.

"Ini adalah temuan yang mengkhawatirkan. Semuanya membutuhkan air. Jika Anda tidak memiliki cukup air, Anda akan mendapat masalah." kata pemodel iklim Benjamin Cook dari NASA Goddard Institute for Space Studies di New York City.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau