JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berencana menjadikan sertifikat penurunan emisi atau SPE, menjadi salah satu syarat bagi perusahaan mengikuti Public Disclosure Program for Environmental Compliance (PROPER). Ini merupakan program pemeringkatan perusahaan terhadap lingkungan.
Direktur Investasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi KLH, Hari Wibowo, mengatakan hal tersebut dilakukan guna meningkatkan perdagangan karbon internasional.
"Peluang meningkatkan demand (perdagangan karbon) sebenarnya kami punya PROPER, program peringkat yang diinisiasi oleh LH," ungkap Hari dalam Seminar Strategi Upscaling Bisnis Karbon di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).
Baca juga: Sederet Langkah PLN Pangkas Emisi demi Capai NZE
"Jadi prinsipnya bahwa mendorong semua pihak untuk melakukan aksi mitigasi dan mendorong semua pihak untuk melakukan pembelian dari SPE yang dihasilkan," imbuh dia.
Nantinya, perusahaan diminta menunjukkan SPE untuk mendapatkan poin tambahan. Artinya, perusahaan didesak menurunkan emisi yang dihasilkan dari aktivitas operasionalnya.
"Ini sebenarnya juga peluang, sekalian ada kewajiban-kewajiban jadi nantinya harus dipenuhi dari aspek emisinya. Nanti bisa dilihat target mereka untuk melakukan mitigasi cukup atau tidak," jelas Hari.
Dia menuturkan, perdagangan karbon merupakan implementasi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Potensi NEK Indonesia diperkirakan mencapai 16,7 miliar dollar AS pada 2030.
Baca juga: Apple Umumkan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sebesar 60 Persen
Sementara itu, Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mencatat volume perdagangan karbon di Indonesia mencapai 1,59 juta ton dengan nilai transaksi sebesar Rp 77,91 miliar hingga April 2025.
“Total pengguna jasa juga meningkat, pada awal pembukaan dari 16 partisipan menjadi 111 pengguna jasa,” ucap Iman.
Bursa karbon resmi dirilis pada Senin (20/1/2024) lalu. Sebelum diluncurkan, penjualan mencapai 1 juta tCO2e. Harga karbon yang ditetapkan Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA), dan Rp 144.000 per ton bagi unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).
Baca juga: Energi Bersih Melonjak, tetapi Emisi Karbon Capai Titik Tertinggi
Ada lima proyek pengurangan emisi karbon yang sudah diotorisasi Kementerian LH yakni pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4, konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya