KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut, proyek Food Estate di Merauke, Papua Delatan berisiko meningkatkan emisi karbon dioksida hingga 782,45 juta ton. Kenaikan ini setara dengan kerugian karbon senilai Rp 47,73 triliun.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengungkapkan, risiko terjadi lantaran proyek bakal meratakan 2 juta hektare hutan.
Menurutnya, studi tersebut menunjukkan bahwa Food Estate berkontribusi pada melonjaknya emisi karbon global dua kali lipat.
Baca juga:
“Dengan asumsi kontribusi emisi karbon Indonesia meningkat hingga 2-3 persen akibat food estate di Merauke, kita berpotensi kehilangan waktu lima-10 tahun untuk mencapai target net zero emission pada 2050,” kata Media dalam keterangan tertulis, Senin (9/12/2024).
Media menjelaskan, kebijakan pelepasan karbon skala besar berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap komitmen Indonesia mencapai batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius dalam Perjanjian Paris.
“Ini adalah lonceng peringatan bahwa kebijakan pembangunan besar-besaran tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, dapat menjadi bumerang," tutur dia.
Proyek ini juga dinilai bertentangan dengan upaya global dalam mengurangi emisi karbon. Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Prayoga berpendapat, Food Estate di Merauke mendorong deforestasi besar-besaran.
Anggi mengatakan, hutan Papua tercatat mengalami kerusakan hingga dua kali lipat dalam kurun setahun ke belakang.
"Segala macam jenis proyek termasuk Food Estate yang masuk ke Papua haruslah mendapatkan pengakuan dan persetujuan dari masyarakat adat Papua melalui PADIATAPA (Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan)," ucap Anggi.
Baca juga:
Prinsip tersebut dianggap menjamin keberlanjutan sumber daya alam dan hak-hak masyarakat adat Papua yang bergantung pada hutan.
Sementara itu, Celios mengusulkan upaya menghindari gelombang deforestasi termasuk pengembangan produk ekonomi restoratif yang memanfaatkan keanekaragaman hayati tanpa merusak hutan.
Berdasarkan studinya, Celios menegaskan bahwa menjaga hutan dan mengembangkan ekonomi restoratif adalah solusi yang lebih berkelanjutan. Dengan begitu, kontribusi emisi global Indonesia dapat ditekan menjadi 1-2 persen.
Pihaknya menyatakan, solusi berbasis restorasi lingkungan sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan dan target iklim Indonesia. Selain itu model ekonomi restoratif juga memperkuat ketahanan pangan dari sumber yang berkelanjutan.
Celios juga merekomendasikan penghentian kebijakan Food Estate di Merauke.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya