Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panas dan Kekeringan Rusak Hasil Panen Global

Kompas.com - 07/05/2025, 19:16 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Studi dari Universitas Stanford mengungkap peningkatan frekuensi cuaca panas dan kekeringan memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap produksi tanaman pangan penting.

Studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences menyebut tanaman pangan utama yang bakal terdampak termasuk gandum, barley (jelai), dan jagung.

Analisis studi menemukan pemanasan dan kekeringan udara merupakan faktor yang menekan tanaman.

Dan faktor tersebut telah meningkat tajam di hampir setiap wilayah pertanian utama, dengan beberapa area mengalami musim tanam yang lebih panas daripada 50 tahun yang lalu.

Imbasnya, peneliti menyebut tren iklim telah menyebabkan penurunan signifikan dalam hasil panen tanaman pangan utama secara global.

Hasil panen global barley (jelai), jagung, dan gandum mengalami penurunan 4 persen hingga 13 persen lebih rendah daripada yang seharusnya.

Baca juga: BRIN Kembangkan Finebubble, Tingkatkan Produktivitas Pertanian dan Peternakan

"Ada banyak berita tentang gagal panen di seluruh dunia, dan sering kali saya ditanya apakah dampaknya terjadi lebih cepat dari yang kita perkirakan," kata penulis utama studi David Lobell, Direktur Gloria dan Richard Kushel dari Pusat Keamanan Pangan dan Lingkungan (FSE) Stanford, dikutip dari Phys, Rabu (7/5/2025).

Lebih lanjut studi juga mengidentifikasi adanya ketidakakuratan dalam model yang memprediksi dampak perubahan iklim terhadap pertanian di berbagai wilayah.

Misalnya kekeringan di Eropa dan China ternyata jauh lebih parah dari perkiraan model.

Di sisi lain, wilayah pertanian di AS, terutama Midwest, menunjukkan tren pemanasan dan pengeringan yang lebih rendah dari yang diprediksi. Hal ini mengindikasikan adanya tantangan dalam pemodelan iklim regional dan dampaknya terhadap pertanian.

Kesalahan dalam prediksi tidak hanya menghambat pemahaman tentang dampak perubahan iklim, tetapi juga dapat menggagalkan upaya adaptasi yang dirancang berdasarkan prediksi yang kurang tepat.

Misalnya saja strategi memperpanjang musim tanam dengan varietas tanaman yang lebih lama, yang mungkin menjadi tidak efektif atau bahkan merugikan karena model tidak secara akurat memprediksi peningkatan kekeringan yang justru menjadi ancaman bagi strategi tersebut.

Baca juga: Aktivitas Manusia Ubah 25 Persen Lahan Bumi, Pertanian Penyebab Utama

Temuan dalam studi ini pun menunjukkan adanya ancaman serius terhadap produktivitas pertanian akibat perubahan iklim.

Oleh karena itu sudi menekankan pentingnya akurasi dalam pemodelan iklim dan pengembangan strategi adaptasi yang lebih efektif untuk mengatasi dampak-dampak tersebut.

Selain itu, studi juga mengungkapkan bahwa komoditas seperti kopi, kakao, jeruk, dan zaitun juga menghadapi masalah ketersediaan dan harganya menjadi lebih mahal.

Meskipun kenaikan harga komoditas tersebut tidak secara langsung mengancam ketersediaan pangan pokok, dampaknya pada harga barang konsumsi sehari-hari mungkin lebih terasa oleh masyarakat umum.

Ini menurut peneliti bisa menjadi cara untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang dampak perubahan iklim.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau