JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, berencana bertemu dengan Wali Kota Kuala Lumpur, Maimunah Mohd Sharif, untuk membahas aksi mitigasi krisis iklim. Hal ini disampaikan Maimunah, saat menghadiri Climate Resilience and Innovation Forum (CRIF) 2025.
Menurut dia, keberhasilan program iklim Kuala Lumpur bisa dicontoh oleh Jakarta maupun kota lainnya. Begitu pula aksi yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Saya juga sudah berbincang dengan gubernur Jakarta, di mana saya mengundang dia untuk hadir di Asian Forum di Kuala Lumpur pada 10-15 Agustus dan beliau setuju untuk datang," ungkap Maimunah di sela acara CRIF, di Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2025).
Baca juga: Tata Kelola AI Prioritas Baru Investor, Resolusi Iklim Kurang Diminati
"Di samping itu saya mengambil kesempatan untuk menandatangani agreement of action. Kami setuju dengan langkah-langkah action yang perlu kami buat dengan tata cara yang detail dan road map yang detail," imbuh dia.
Kendati demikian, Maimunah dan Pramono belum secara detail membahas rencana aksi iklim kota yang mereka pimpin. Keduanya akan bertukar ide soal kemacetan maupun tata kota.
"Tadi saya berbicara dengan gubernur (Pramono) mungkin dari segi flight navigation, gelombang panas, dan mungkin manajemen kota, kemacetan. Karena kota saya juga mengalami masalah kemacetan meskipun kami meningkatkan bus listrik, kereta, MRT," tutur Maimunah.
Ia pun mengundang negara lain untuk mengikuti forum yang akan digelar Agustus mendatang itu.
Baca juga: Nenengisme dan Kegagalan Komunikasi Iklim
Adapun CRIF 2025 yang diselenggarakan United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) dengan bantuan pendanaan Uni Eropa melibatkan 300 peserta dari berbagai wilayah. Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC, Bernadia Irawati Tjandradewi, menyebutkan komunitas sangat dibutuhkan untuk menjalankan aksi iklim perkotaan.
“Itu dimulai dengan membangun kesadaran akan krisis dan meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keberanian para pemangku kepentingan kota percontohan untuk merencanakan dan mengimplementasi aksi iklim," ucap Bernadia.
Namun, lanjut dia, menciptakan aksi iklim berkelanjutan membutuhkan upaya yang lebih besar lagi dengan membangun kemitraan global kota-kota berkelanjutan yang menyediakan berbagai dukungan mulai dari teknologi sampai pendanaan.
Dengan begitu, setiap kota tidak akan lagi menjadi penonton melainkan pemeran dalam aksi mengatasi krisis iklim.
Baca juga: Krisis Iklim, Eropa Berpotensi Endemik DBD dan Chikungunya
“Melalui proyek Climate Resilient and Inclusive Cities, UE dan Indonesia telah bekerja sama untuk membuat kota-kota lebih kuat dan lebih inklusif dalam menghadapi perubahan iklim,” papar Denis Chaibi, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.
Di Indonesia, program tersebut dilaksanakan di 10 kota antara lain Pekanbaru, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Cirebon, Mataram, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo, Kupang, dan Ternate.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya