Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siklon Tropis Tingkatkan Angka Kematian Bayi di Negara Miskin

Kompas.com, 25 Mei 2025, 13:09 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances mengungkap bahwa siklon tropis terkait dengan peningkatan tajam angka kematian bayi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah selama dua dekade pertama abad ini.

Temuan ini pun menunjukkan perlunya respons bencana yang lebih kuat dan perlindungan kesehatan anak di daerah-daerah rentan.

Hal tersebut menjadi semakin penting dilakukan mengingat perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan keparahan badai-badai ini.

Menurut studi, bayi-bayi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah memiliki kemungkinan meninggal yang jauh lebih tinggi jika mereka terpapar siklon tropis, baik saat masih di dalam kandungan maupun selama tahun pertama kehidupan mereka.

Peningkatan ini tidak main-main, rata-rata naik 11 persen atau setara dengan 4,4 kematian tambahan per 1.000 kelahiran hidup.

Namun, risiko tersebut menurut peneliti tampaknya tidak berlanjut setelah dua tahun badai tersebut terjadi.

Menariknya, peningkatan angka kematian bayi yang ditemukan dalam penelitian ini tidak disebabkan oleh dua faktor yang biasanya dianggap sebagai penyebab utama masalah kesehatan setelah bencana alam, yaitu berkurangnya akses ke perawatan prenatal atau memburuknya gizi.

Baca juga: Anak Muda Butuh Ruang Hijau, Mampukah Kota Masa Depan Menjawabnya?

Para peneliti menyimpulkan bahwa pasti ada faktor-faktor lain yang berperan dalam peningkatan kematian bayi tersebut.

"Fakta bahwa penggunaan layanan kesehatan dan kekurangan gizi tidak terpengaruh oleh paparan siklon tropis menunjukkan bahwa dampak kematian didorong oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat kami pelajari secara langsung," kata penulis utama Zachary Wagner, profesor madya ekonomi di USC Dornsife College of Letters, Arts and Sciences.

"Kami perlu memiliki lebih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengungkap pendorong utama ini," katanya dikutip dari Medicalxpress, Sabtu (24/5/2025).

Tim peneliti juga menemukan bahwa peningkatan kematian tidak hanya terjadi setelah badai dahsyat tetapi juga badai tropis dengan intensitas yang lebih rendah dan jauh lebih umum.

Hal ini membuat lebih sulit untuk mendeteksi hubungan yang jelas antara badai dan kematian bayi.

Namun, ini tidak berarti dampak dari badai yang lebih besar tidak ada. Saat planet memanas, kita menghadapi lebih banyak tragedi di seluruh dunia jika tidak ada tindakan yang diambil untuk melindungi anak-anak di negara-negara miskin.

Dampak Bervariasi

Dalam studi ini, peneliti menganalisis hampir 1,7 juta catatan anak dari tujuh negara yang kurang beruntung secara ekonomi: Madagaskar, India, Bangladesh, Kamboja, Filipina, Republik Dominika, dan Haiti.

Baca juga: Paparan Polusi Udara saat Anak-Anak Berdampak Hingga Usia Remaja

Meskipun peningkatan rata-rata angka kematian bayi di semua negara ini adalah 11 persen, dampak badai sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Di Bangladesh, Haiti, dan Republik Dominika, siklon diikuti oleh peningkatan lebih dari 10 kematian per 1.000 kelahiran.

Sebaliknya, sedikit atau tidak ada peningkatan angka kematian yang diamati di India, Filipina, Kamboja, dan Madagaskar.

Perbedaan tersebut mungkin mencerminkan berbagai tingkat kesiapsiagaan bencana, kerentanan geografis, atau kondisi kesehatan masyarakat yang mendasarinya.

"Beberapa negara mungkin terbantu oleh pegunungan sementara yang lain memiliki daerah yang lebih rawan banjir," kata Wagner.

"Beberapa negara memiliki sistem yang lebih baik untuk upaya evakuasi, atau mereka mungkin memiliki rumah yang lebih kokoh sementara yang lain mengandalkan atap jerami. Dan di beberapa tempat, anak-anak mungkin sudah kekurangan gizi atau kesehatannya buruk akibat malaria dan penyakit lainnya, yang meningkatkan kerentanan," paparnya lagi.

Memahami alasan di balik perbedaan tersebut akan menjadi fokus utama penelitian di masa mendatang.

"Jika kita ingin melindungi anak-anak dari ancaman bencana terkait iklim yang semakin meningkat, kita perlu memahami bukan hanya di mana risikonya paling besar, tetapi juga mengapa," tambah Wagner.

Baca juga: Gelombang Panas Lautan Meningkat, Badai Makin Sering, Paus Mudah Terdampar

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau