KOMPAS.com - Industri di seluruh dunia telah meningkatkan pengeluaran mereka untuk efisiensi energi sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga energi.
Secara global, dua pertiga bisnis di sektor industri telah meningkatkan anggaran mereka untuk efisiensi energi dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, mereka menyadari bahwa ini baru permulaan. Investasi lebih banyak akan diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan kemajuan dalam efisiensi energi di masa depan.
Pandangan industri mengenai efisiensi energi tersebut berasal dari survei yang komprehensif terhadap 300 pembuat keputusan di berbagai sektor industri kunci.
Termasuk di antaranya kedirgantaraan dan pertahanan, konstruksi dan teknik, mesin industri, logistik, transportasi, energi, TI, kimia, bahan konstruksi, kertas, kehutanan, pertambangan, dan logam.
Baca juga: Meta Gandeng AES Pasok 650 MW Energi Surya untuk Pusat Data
Mengutip Edie, Selasa (27/5/2025), survei yang dilakukan oleh Energy Efficiency Movement (EEM) menunjukkan bahwa hampir semua (99 persen) organisasi industri yang disurvei sedang berupaya meningkatkan efisiensi energi mereka, dan mayoritas besar (68 persen) bahkan telah meningkatkan anggaran untuk tujuan tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
Mayoritas besar (84 persen) pengambil keputusan di industri optimistis bahwa komitmen terhadap efisiensi energi akan terus berlanjut atau bahkan meningkat di perusahaan mereka dalam satu tahun ke depan, baik dari segi dana maupun sumber daya yang dialokasikan.
Efisiensi energi dipandang sebagai cara untuk membuat bisnis tangguh terhadap guncangan harga di pasar energi global, seperti yang telah terlihat pada gas di Eropa sejak perang Rusia-Ukraina dimulai.
Efisiensi energi juga merupakan langkah pemotongan biaya yang semakin populer di tengah tantangan ekonomi.
Manfaat lebih lanjut efisiensi adalah memberikan kemajuan terhadap komitmen pengurangan emisi, baik yang ditetapkan dalam peraturan, atau oleh masing-masing bisnis.
"Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi merupakan strategi penting untuk pembangunan yang berkelanjutan dan kompetitif,” kata Mike Umiker, direktur eksekutif EEM.
"Efisiensi energi memainkan peran penting dalam mengurangi perubahan iklim, memperkuat keamanan pasokan energi, dan mengurangi beban ekonomi yang terkait dengan konsumsi energi yang berlebihan,” tambah Umiker lagi.
Hambatan
Meski ada kemajuan, sebagian besar responden (84 persen) percaya bahwa pendanaan lebih lanjut akan diperlukan untuk sepenuhnya mewujudkan manfaat peningkatan efisiensi energi.
Ketika ditanya tentang kendala yang dihadapi bisnis, responden survei EEM menyebutkan masalah keuangan sebagai yang paling signifikan.
Banyak yang masih kesulitan membangun bisnis untuk proyek efisiensi energi karena proyeksi ROI yang tidak jelas atau biaya modal yang tinggi.
Baca juga: Mengoptimalkan Panas Bumi untuk Akselerasi Energi Terbarukan
Empat hambatan utama lainnya diidentifikasi, yaitu kurangnya infrastruktur, kurangnya basis pekerja terampil, data energi berkualitas buruk, dan kesenjangan dalam strategi organisasi.
Mengenai tantangan dengan strategi organisasi, sepertiga responden mengatakan mereka kesulitan memprioritaskan efisiensi energi karena kurangnya dukungan atau arahan dari pimpinan.
EEM merekomendasikan agar bisnis mengintegrasikan efisiensi energi ke dalam strategi inti mereka, menetapkan target yang jelas, tata kelola, dan tanggung jawab kepemimpinan. Dari sana, proses bisnis inti dapat disesuaikan.
Pada COP28 tahun 2023, hampir 200 negara berjanji untuk menggandakan tingkat peningkatan efisiensi energi sebelum tahun 2030, dari 2 persen pada tahun 2022 menjadi 4 persen pada tahun 2030.
Setahun kemudian, IEA menyatakan dalam laporannya bahwa negara-negara belum memenuhi target tersebut dan masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan peningkatan efisiensi.
Dalam laporannya, IEA menemukan bahwa intensitas energi primer global yang merupakan cara mengukur efisiensi energi akan meningkat sekitar 1 persen pada 2024.
Sedangkan investasi dalam teknologi hemat energi tumbuh sebesar 4 persen pada 2024 dan akan mencapai 660 miliar dollar AS.
Namun meskipun investasi sudah besar dan terus bertumbuh masih ada kesenjangan untuk mencapai target efisiensi energi yang ambisius.
Tanggung jawab utama untuk mengisi kesenjangan ini terletak pada pemerintah, yang harus berinovasi dengan skema pembiayaan campuran dan menciptakan lingkungan yang menarik bagi investasi swasta untuk mempercepat kemajuan dalam efisiensi energi.
Baca juga: Investasi Energi Bersih ASEAN, Jepang dan Korsel Goyang Dominasi China
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya