Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh Samsul Arifin
Broadcaster Journalist

Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

Interupsi untuk Pertambangan: Pembangunanisme Vs "Wahabi Lingkungan"

Kompas.com, 19 Juni 2025, 06:45 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBANGUNAN mengandung harapan dan kerap kali penderitaan sekaligus. Dalam dirinya sendiri (Das ding an sich) kata ini memiliki dan memuat hasrat serta tujuan mulia, yaitu membangun, mendirikan, menegakkan, dan memperbaiki situasi dan kondisi.

Pendek kata, pembangunan adalah hal yang positif sebelum berkorespondensi dengan kenyataan sosial dan ekologis di lapangan.

Di kemudian hari, paham tentang pembangunan, yakni pembangunanisme atau developmentalism diidentikkan dengan gagasan kemajuan--setidaknya begitu jika mengacu pada modernitas dan modernisme.

Pembangunan tak pelak dianggap sebagai kemodernan, dan tak ada modernitas tanpa aktivitas pembangunan di dalamnya.

Bjorn Hettne dalam "Teori Pembangunan dan Tiga Dunia" (1990) menyatakan pembangunan adalah salah satu gagasan yang tertua dan terkuat dari semua gagasan Barat (baca: Eropa).

Björn Hettne adalah Profesor Emeritus Sejarah Ekonomi di Universitas Gothenburg yang menulis tentang Ekonomi Politik Internasional, Regionalisme (Asia Selatan, Eropa), serta Teori Pembangunan dan Konflik.

Baca juga: Narasi Hijau Palsu: Dampak Nyata Tambang Nikel di Balik Mobil Listrik

Unsur utama pembangunan, lanjut Hettne, tak lain metafora pertumbuhan. Pembangunan sesuai dengan metafora ini dipahami sebagai organisme, imanen, terarah, kumulatif, dan bertujuan.

Dalam perspektif ini, bisa dimengerti jika Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam "Rosi" di Kompas TV, 12 Juni 2025, menyebut penambangan adalah kegiatan yang dibolehkan dan bermanfaat. Yang tidak boleh, menurut Ulil, adalah "bad mining".

Pernyataan Ulil itu merespons kecenderungan sebagian kalangan yang melarang sama sekali aktvitas penambangan--dalam konteks ini ia merujuk pada lawan debatnya di acara "Rosi", Iqbal Damanik, juru kampanye hutan dari Greenpeace yang gencar menyuarakan #SaveRajaAmpat di media sosial.

Ulil menyebut mereka yang melarang sama sekali secara ekstrem kegiatan penambangan (mining) sebagai "Wahabi Lingkungan".

Stempel Wahabi ini merujuk atau mengadopsi secara longgar pada aliran atau paham dalam Islam yang cenderung puritan, sangat berobsesi pada kemurnian serta keras dan sangat bertopang pada teks.

Publik yang mengetahui latar belakang Ulil sebagai tokoh utama Jaringan Islam Liberal (JIL) sekian tahun silam, mungkin tidak akan kaget dengan istilah tadi.

Buat saya, dalam debat dengan aktivis Greenpeace itu, Ulil memperlakukan acara "Rosi" sebagai ruang publik sekaligus ruang akademis. Dan karena itu, stempel atau label tadi bukan hal utama dan pokok.

Yang utama, pokok dan penting justru argumentasi yang dilontarkan Ulil.

Baca juga: Raja Ampat, Ekstraktivisme, dan Oligarki Pertambangan

Jika kegiatan menambang nikel, termasuk di Raja Ampat, Papua Barat Daya itu dibaca lewat bingkai "pembangunanisme", hal itu lumrah, bahkan niscaya.

Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.Dok. Walhi Sulawesi Tengah Ilustrasi kawasan tambang nikel di Sulawesi. Pemerintah Indonesia berambisi menjadi pemain utama industri nikel, khususnya electric vehicle (EV). Namun ternyata masih banyak yang harus dipenuhi, mulai dari regulasi hingga roadmap rantai pasok hulu dan hilir.
Terlebih di baliknya terselip agenda memanfaatkan sumber daya mineral untuk kemakmuran masyarakat.

PT Gag Nikel, yang IUP-nya atau izin usaha pertambangan tidak dicabut, contohnya menghasilkan sedikitnya tiga juta ton nikel.

Itu kue ekonomi yang terlampau besar tatkala nikel menjadi primadona baru seiring gencarnya industri kendaraan listrik. Kapital yang besar menyanggah pertumbuhan ekonomi--dan ini tak mungkin ditanggalkan oleh rezim pembangunan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
LSM/Figur
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Pemerintah
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
LSM/Figur
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
LSM/Figur
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
LSM/Figur
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Swasta
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau