Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tonga Akui Paus sebagai Mahluk Berakal dan Punya Kehendak Bebas

Kompas.com - 18/06/2025, 20:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tonga, sebuah negara di kepulauan di Pasifik bakal menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui bahwa paus memiliki hak-hak bawaan.

Pengakuan hak paus ini diungkapkan oleh Putri Angelika Latufuipeka Tukuhaho dari dalam Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa di Nice, Prancis, Tonga. Ia menyerukan agar paus diakui sebagai "subjek hukum" (legal subject).

“Sudah waktunya untuk mengakui paus bukan hanya sebagai sumber daya tetapi sebagai makhluk berakal dengan hak-hak yang melekat,” kata Latufuipeka Tukuhaho.

Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Tonga sedang serius mempertimbangkan untuk menjadi pelopor global dalam memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi paus, dengan cara memberikan mereka status hukum dan mekanisme untuk menegakkan hak-hak tersebut melalui perwakilan manusia.

“Ini secara efektif akan memberikan paus kewenangan dalam sistem hukum, yang memungkinkan mereka untuk menegaskan dan mempertahankan hak-hak mereka sen diri,” kata Grant Wilson, direktur eksekutif kelompok advokasi Earth Law Center yang berbasis di AS, yang tidak terlibat dalam inisiatif tersebut, dikutip dari Inside Climate News, Rabu (18/6/2025).

Baca juga: Bisingnya Penambangan Laut Dalam Ancam Ekosistem Pasifik

Pengakuan terhadap paus ini kemudian coba diwujudkan melalui peraturan.

Melino Maka, ketua Huelo Matamoana Trust, bersama dengan Putri Latufuipeka Tukuhaho, sedang menggarap inisiatif undang-undang yang akan memberi paus status subjek hukum di Tonga.

Ketentuan utama dalam RUU tersebut mencakup pengakuan paus sebagai badan hukum dan hak-hak mereka untuk hidup, migrasi, habitat yang sehat, dan perlindungan budaya, pembentukan kerangka perwalian, dan kewenangan penegakan hukum, termasuk hak untuk memulai proses hukum untuk melindungi paus.

Setelah rancangan tersebut disempurnakan, maka berharap rancangan tersebut akan diperkenalkan secara resmi ke Parlemen.

"Ini adalah momen penting bagi Tonga dan Pasifik yang lebih luas dalam gerakan untuk memajukan keadilan laut dan hukum lingkungan yang dipimpin oleh masyarakat adat,” kata Maka.

Rancangan undang-undang menurut Mere Takoko, salah satu pendiri Pacific Whale Fund menggabungkan hukum Barat dan kosmologi Polinesia, termasuk konsep seperti Mana, atau kekuatan spiritual dan gagasan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan alam adalah bagian dari manusia.

Baca juga: Lindungi Hiu Paus, Indonesia dan Timor Leste Rancang Konservasi Lintas Batas

“Nenek moyang kita selalu tahu bahwa paus memegang mauri, kekuatan hidup lautan, dan itulah cara utama kita untuk mengukur kesehatan lautan,” kata Takoko, yang merupakan Suku Maori Pribumi.

Ketentuan lain dalam rancangan undang-undang mencakup serangkaian hak yang disesuaikan untuk paus, seperti hak untuk memiliki kebebasan bergerak dan perlindungan dari polusi.

“Pada akhirnya kami hanya ingin memastikan bahwa paus bebas menjadi paus. Jadi, kerangka hukum semacam ini sangat penting untuk mengelola manusia,” tambah Takoko.

Apa yang dilakukan Tonga ini merupakan bagian dari gerakan hak-hak alam global yang makin berkembang di dunia. Gerakan ini memajukan pemahaman bahwa ekosistem satwa liar, dan Bumi adalah makhluk hidup dengan hak-hak yang melekat untuk hidup, berevolusi, dan beregenerasi.

Para pendukung gerakan tersebut mengatakan bahwa tidak seperti perlindungan lingkungan konvensional, yang sebagian besar mengatur jumlah polusi yang diizinkan, undang-undang hak-hak alam mengambil pendekatan pencegahan.

Lebih lanjut, rancangan undang-undang Tonga mengharuskan perusahaan untuk menunjukkan bahwa aktivitas mereka memungkinkan siklus, proses, dan fungsi vital populasi paus dan habitatnya untuk terus berlanjut.

Jika aktivitas tersebut dapat membahayakan keberadaan populasi paus, maka aktivitas tersebut harus dilarang secara tegas.

Baca juga: Konservasi Bukan Beban, Model Pelestarian Hiu Paus Bisa Jadi Strategi Nasional

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Laporan PBB Sebut Asia dan Pasifik Perlu Pendanaan Mendesak untuk Capai SDG
Laporan PBB Sebut Asia dan Pasifik Perlu Pendanaan Mendesak untuk Capai SDG
Pemerintah
Mengapa Kita Perlu Serius Memikirkan Audit AI
Mengapa Kita Perlu Serius Memikirkan Audit AI
LSM/Figur
BKSDA Ungkap Ada 42 Harimau Sumatera di Bengkulu, Bukti Seblat Masih Habitat Penting
BKSDA Ungkap Ada 42 Harimau Sumatera di Bengkulu, Bukti Seblat Masih Habitat Penting
Pemerintah
80 Hektare Lahan di Sumsel Rusak, Diduga karena Praktik Pembakaran
80 Hektare Lahan di Sumsel Rusak, Diduga karena Praktik Pembakaran
Pemerintah
Dari Konsumtif ke Produktif, Cara Membangun Budaya Keberlanjutan Sejak Dini
Dari Konsumtif ke Produktif, Cara Membangun Budaya Keberlanjutan Sejak Dini
Swasta
Astra Otopart Raih ESG Award dari Yayasan KEHATI
Astra Otopart Raih ESG Award dari Yayasan KEHATI
Swasta
Kabul, Afghanistan: Kota Pertama di Dunia yang Mungkin Bakal Kehabisan Air
Kabul, Afghanistan: Kota Pertama di Dunia yang Mungkin Bakal Kehabisan Air
Swasta
Menteri LH: Teknologi Kunci Atasi Karhutla, Deteksi Dini hingga Modifikasi Cuaca
Menteri LH: Teknologi Kunci Atasi Karhutla, Deteksi Dini hingga Modifikasi Cuaca
Pemerintah
Tinggal 3 Tahun, Kita Kehabisan Waktu Atasi Krisis Iklim jika Tak Gerak Cepat
Tinggal 3 Tahun, Kita Kehabisan Waktu Atasi Krisis Iklim jika Tak Gerak Cepat
LSM/Figur
Dukung Komitmen Iklim Nasional, TSE Group Resmikan Pembangkit Biogas Kurangi Emisi dan Konsumsi Solar
Dukung Komitmen Iklim Nasional, TSE Group Resmikan Pembangkit Biogas Kurangi Emisi dan Konsumsi Solar
Swasta
eMaggot, Platform Jual Beli Online Maggot untuk Pengolahan Sampah
eMaggot, Platform Jual Beli Online Maggot untuk Pengolahan Sampah
Pemerintah
4.700 Hektare Bekas Lahan Sawit di Tesso Nilo Kembali Ditanami
4.700 Hektare Bekas Lahan Sawit di Tesso Nilo Kembali Ditanami
Pemerintah
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Perkuat Sabuk Hijau Hadapi Krisis Iklim, Pemprov DKI Jakarta Tanam 10.000 Mangrove di 4 Pesisir
Pemerintah
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Dalam 3 Bulan, 4700 Hektare Sawit di Tesso Nilo Telah Dimusnahkan
Pemerintah
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Terobosan Formula E, Olahraga Pertama dengan Sertifikasi Net Zero BSI
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau