KOMPAS.com - Tonga, sebuah negara di kepulauan di Pasifik bakal menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui bahwa paus memiliki hak-hak bawaan.
Pengakuan hak paus ini diungkapkan oleh Putri Angelika Latufuipeka Tukuhaho dari dalam Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa di Nice, Prancis, Tonga. Ia menyerukan agar paus diakui sebagai "subjek hukum" (legal subject).
“Sudah waktunya untuk mengakui paus bukan hanya sebagai sumber daya tetapi sebagai makhluk berakal dengan hak-hak yang melekat,” kata Latufuipeka Tukuhaho.
Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa Tonga sedang serius mempertimbangkan untuk menjadi pelopor global dalam memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi paus, dengan cara memberikan mereka status hukum dan mekanisme untuk menegakkan hak-hak tersebut melalui perwakilan manusia.
“Ini secara efektif akan memberikan paus kewenangan dalam sistem hukum, yang memungkinkan mereka untuk menegaskan dan mempertahankan hak-hak mereka sen diri,” kata Grant Wilson, direktur eksekutif kelompok advokasi Earth Law Center yang berbasis di AS, yang tidak terlibat dalam inisiatif tersebut, dikutip dari Inside Climate News, Rabu (18/6/2025).
Baca juga: Bisingnya Penambangan Laut Dalam Ancam Ekosistem Pasifik
Pengakuan terhadap paus ini kemudian coba diwujudkan melalui peraturan.
Melino Maka, ketua Huelo Matamoana Trust, bersama dengan Putri Latufuipeka Tukuhaho, sedang menggarap inisiatif undang-undang yang akan memberi paus status subjek hukum di Tonga.
Ketentuan utama dalam RUU tersebut mencakup pengakuan paus sebagai badan hukum dan hak-hak mereka untuk hidup, migrasi, habitat yang sehat, dan perlindungan budaya, pembentukan kerangka perwalian, dan kewenangan penegakan hukum, termasuk hak untuk memulai proses hukum untuk melindungi paus.
Setelah rancangan tersebut disempurnakan, maka berharap rancangan tersebut akan diperkenalkan secara resmi ke Parlemen.
"Ini adalah momen penting bagi Tonga dan Pasifik yang lebih luas dalam gerakan untuk memajukan keadilan laut dan hukum lingkungan yang dipimpin oleh masyarakat adat,” kata Maka.
Rancangan undang-undang menurut Mere Takoko, salah satu pendiri Pacific Whale Fund menggabungkan hukum Barat dan kosmologi Polinesia, termasuk konsep seperti Mana, atau kekuatan spiritual dan gagasan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan alam adalah bagian dari manusia.
Baca juga: Lindungi Hiu Paus, Indonesia dan Timor Leste Rancang Konservasi Lintas Batas
“Nenek moyang kita selalu tahu bahwa paus memegang mauri, kekuatan hidup lautan, dan itulah cara utama kita untuk mengukur kesehatan lautan,” kata Takoko, yang merupakan Suku Maori Pribumi.
Ketentuan lain dalam rancangan undang-undang mencakup serangkaian hak yang disesuaikan untuk paus, seperti hak untuk memiliki kebebasan bergerak dan perlindungan dari polusi.
“Pada akhirnya kami hanya ingin memastikan bahwa paus bebas menjadi paus. Jadi, kerangka hukum semacam ini sangat penting untuk mengelola manusia,” tambah Takoko.
Apa yang dilakukan Tonga ini merupakan bagian dari gerakan hak-hak alam global yang makin berkembang di dunia. Gerakan ini memajukan pemahaman bahwa ekosistem satwa liar, dan Bumi adalah makhluk hidup dengan hak-hak yang melekat untuk hidup, berevolusi, dan beregenerasi.
Para pendukung gerakan tersebut mengatakan bahwa tidak seperti perlindungan lingkungan konvensional, yang sebagian besar mengatur jumlah polusi yang diizinkan, undang-undang hak-hak alam mengambil pendekatan pencegahan.
Lebih lanjut, rancangan undang-undang Tonga mengharuskan perusahaan untuk menunjukkan bahwa aktivitas mereka memungkinkan siklus, proses, dan fungsi vital populasi paus dan habitatnya untuk terus berlanjut.
Jika aktivitas tersebut dapat membahayakan keberadaan populasi paus, maka aktivitas tersebut harus dilarang secara tegas.
Baca juga: Konservasi Bukan Beban, Model Pelestarian Hiu Paus Bisa Jadi Strategi Nasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya