Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh Samsul Arifin
Broadcaster Journalist

Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data

Interupsi untuk Pertambangan: Pembangunanisme Vs "Wahabi Lingkungan"

Kompas.com, 19 Juni 2025, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di luar manfaat ekonomi itu, betulkah aktivitas penambangan mineral di negeri kita menerbitkan manfaat? Manfaat kepada dan dipetik oleh siapa?

Pemerintah mengklaim, nilai ekspor nikel melompat dari 5,4 miliar dollar AS pada 2013 menjadi 35,6 miliar dollar AS pada 2022. Ini berarti naik hampir tujuh kali lipat.

Dan ini dicapai setelah pemerintahan sebelumnya, Joko Widodo, menggeber eksploitasi nikel lewat program hilirisasi.

CREA dan Celios pernah menerbitkan studi "Membantah mitos nilai tambah, menilik ulang industri nikel" tahun 2024 lalu.

Studi ini fokus di tiga provinsi peleburan nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.

Baca juga: Raja Ampat dan Kutukan Sumber Daya

Laju pertumbuhan industri nikel di tiga provinsi, menurut CREA dan Celios, akan menembus 4 miliar dollar AS atau Rp 62,8 triliun pada tahun kelima pembangunannya.

Nilai ekonomi tentu sangat menggiurkan, hanya kalah dari APBD Pemerintah Provinsi Jakarta. Namun industri nikel, sebut studi tadi, menyebabkan degradasi lingkungan seperti menurunnya kualitas air, tanah dan udara.

Dalam hitung-hitungan CREA dan Celios, dalam 15 tahun dari sejak aktivitas penambangan dimulai, para petani dan nelayan justru akan tekor hingga Rp 3,64 triliun.

Klaim industri nikel mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal melalui penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah, juga ditepis studi itu.

Sebaliknya, peningkatan serapan tenaga kerja hanya akan terjadi di tahun ketiga saat tahap konstruksi, kemudian cenderung menurun hingga tahun kelima belas (Kompas.com, 23 Februari 2024).

Climate Rights International (Januari 2024) mengungkapkan bahwa penambangan nikel di Halmahera mengancam hak-hak warga lokal atas air bersih ketika kegiatan industri dan deforestasi mencemari sungai-sungai tempat warga menggantungkan hidup mereka.

Masih menurut CRI, warga juga khawatir atas meningkatnya bencana banjir yang diakibatkan oleh penggundulan hutan.

Apa yang dipaparkan Greenpeace Indonesia berikut, sampai saat ini belum ada "obatnya". Hingga 2023, Greenpeace mencatat, total area tambang nikel mencapai 45.588 hektar--sebanyak 26.837 hektar di antaranya menyebabkan deforestasi langsung (Tempo.co, 29 April 2025).

Deforestasi sama dengan mengundang marabahaya: Pohon yang sedianya berguna untuk menyerap CO2 tandas, sehingga laju penumpukan gas rumah kaca (GRK) makin besar di atmosfer.

Padahal satu hektar hutan tropis berpotensi menyerap 50 ton CO2 selama masa hidupnya. Emisi karbon itu yang memicu pemanasan global dan krisis iklim kian hebat--sesuatu yang disebut Ulil telah dinarasikan dengan cara menakut-nakuti.

Di negeri kita laju deforestasi sudah lampu merah, menembus 261.575 hektar sepanjang 2024 menurut catatan Auriga Nusantara. Lebih dari separuhnya akibat penambangan dan pembukaan lahan sawit.

Data dan fakta tadi menegaskan satu hal: sebagian, kalau bukan mayoritas, aktivitas penambangan di Tanah Air itu identik dengan "bad mining" seperti disinggung oleh Ulil Abshar Abdalla.

Tepat di sini, developmentalisme tak dengan sendirinya langsung bermanfaat ketika dijalankan di lapangan empiris.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau