KOMPAS.com — Dibanding menitikberatkan tanggung jawab hanya kepada produsen (EPR), pengelolaan sampah di Indonesia akan lebih berdampak jika semua punya tanggung jawab (ESR).
Hal itu disampaikan oleh Jeffri Ricardo, Sustainable Packaging Circularity Senior Manager AQUA-Danone dalam acara Greenpeace Indonesia "Multistakeholder Forum: Implementasi Peta Jalan Pengurangan Sampah" pada Senin (30/6/2025).
Ia mengatakan, di negara-negara maju, pengelolaan sampah berjalan baik karena semua pihak terlibat dan merasa bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan.
“Dari segi pemerintah, lingkungan setempat, komunitas, brand-brand sudah mengambil peran masing-masing. Jadi, ada pengembangan teknologi bank sampah daur ulang, ada orang yang bertanggung jawab mengumpulkan material sampahnya dan ada manajemen pembiayaan pelaksanaannya yang bisa dilaksanakan dengan baik,” ujar Jeffri.
Namun, meski ekosistem semacam ini ideal untuk diterapkan di Indonesia, kenyataannya masih sulit dilakukan. Menurut Jeffri tantangannya adalah biaya pelaksanaannya.
Baca juga: Segenap Gerakan Kolektif Warga Jakarta Utara Kelola Sampah
“Kalau biaya pelaksanaanya terlalu tinggi, enggak akan terasa dampaknya karena prosesnya pasti tidak akan serempak,” kata Jeffri.
Dari sisi regulasi, Jeffri menilai pemerintah sudah cukup aktif mengeluarkan aturan dan beberapa regulasi sedang direvisi agar lebih sesuai dengan kondisi di lapangan, termasuk regulasi tentang peta jalan pengurangan sampah plastik oleh produsen.
Namun, ia menekankan bahwa hambatannya bukan pada jumlah aturan, tetapi pada kejelasan penerapannya.
“Masalahnya adalah aturan ini mengikat ke siapa dan apa konsekuensinya kalau tidak dipatuhi, itu belum jelas saat ini,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Jeffri menyoroti pentingnya mengawal proses revisi agar aturan benar-benar bisa menanggulangi persoalan limbah, termasuk agar aturan tentang produsen harus memiliki peta jalan pengelolaan sampah bisa benar-benar di patuhi banyak pihak.
“Insentif dan disinsentif sekarang ini enggak ada yang clear. Itu juga yang menyebabkan banyak pihak belum ikut melaksanakan regulasi yang ada,” tambah Jeffri.
Ia mencontohkan, perusahaan yang tidak menerapkan prinsip daur ulang seharusnya dikenai biaya penalti, sementara yang sudah mulai menggunakan plastik daur ulang, meski baru satu persen, perlu diberi insentif agar dapat mendorong terciptanya tanggung jawab bersama (ESR).
Baca juga: Indonesia dan Uni Emirat Arab Berkolaborasi Tangani Sampah Plastik Sungai
Selain itu, menurut Jeffri, salah satu solusi tambahan untuk produsen adalah membentuk Packaging Recovery Organization (PRO), organisasi yang berfokus pada peningkatan pengumpulan dan daur ulang kemasan bekas produk.
PRO berperan penting dalam ekonomi sirkular dan ini dinilai dapat berjalan lancar apabila berbasis pada pendanaan bersama dan memiliki standar akuntabilitas yang jelas.
Di sisi lain, Danone sendiri sudah memulai langkah-langkah untuk mendukung semangat ESR dengan tiga pendekatan utama: pengumpulan sampah, inovasi produk, dan edukasi.
Dalam hal pengelolaan sampah, Danone bekerja sama dengan Eleanor MacArthur Foundation serta menerapkan prinsip-prinsip peta jalan pengurangan plastik. Jeffri juga menyebut adanya kolaborasi dengan TPS dan start-up dalam mengelola sampah plastik dari perusahaannya.
Dari sisi inovasi produk, Danone juga telah memproduksi minuman dalam botol kaca yang bisa digunakan ulang, meski saat ini masih terbatas di restoran dan kafe di Bali. Selain itu, penggunaan plastik daur ulang di produk-produk Danone saat ini telah mencapai 25 persen.
Jeffri mengatakan bahwa pihaknya akan terus berinovasi untuk mendorong produk-produk yang kemasannya bisa digunakan kembali (reuse) atau bisa diisi ulang kembali (refill), seperti produk galon air mineral saat ini.
Baca juga: Lewat Label Kota Kotor, KLH Dorong Perbaikan Pengelolaan Sampah
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya