Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi Plastik Virgin, Unilever Bikin Inovasi Kemasan Reuse

Kompas.com, 1 Juli 2025, 10:04 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS. com — Unilever Indonesia menyatakan upayanya mengurangi penggunaan plastik virgin.

Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia, Maya Tamimi, mengklaim bahwa sepanjang 2024, pihaknya telah mengurangi 7.400 ton plastik virgin serta memakai 3.200 ton plastik daur ulang.

“Kami berinovasi dengan membuat produk yang wadahnya bisa digunakan ulang atau di-refill, untuk mengurangi plastik,” katanya.

Agar upaya itu sukses, perusahaan merancang model untuk melibatkan masyarakat dalam pengurangan sampah plastik.

Unilever membuka sejumlah outlet reuse dan refill di toko yang berdekatan dengan bank sampah untuk memancing warga. Menurut Maya, mereka yang biasa datang ke bank sampah lebih siap mengonsumsi produk dengan menghasilkan seminimal mungkin sampah.

Dalam operasionalnya, Unilever menggandeng Alner di wilayah Jakarta, AMS (Azzahra Multi Solusindo) di Jakarta, Tangerang, dan Bogor, serta Lohjinawi Logistic di Surabaya. Hingga 2024, tercatat 1.500 outlet telah tersebar di wilayah-wilayah tersebut.

Baca juga: Mengapa Bioplastik Bukan Solusi Krisis Sampah Plastik?

Produk yang dijual melalui sistem refill antara lain sabun cuci baju, sabun cuci piring, dan sabun pembersih lantai dengan penjualannya sejauh ini 330.000 liter.

“Kalau kita konversi dari menggunakan kemasan multi-layer ukuran medium, kita sudah mengurangi penggunaan plastik sebanyak 23 ton,” jelas Maya.

Maya mengatakan bahwa aspek lingkungan bukan satu-satunya perhatian dalam program ini. Standar kesehatan dan keselamatan juga jadi prioritas, terutama karena pengisian ulang tidak dilakukan di lingkungan yang sepenuhnya terkontrol.

Pasca konsumsi pun jadi perhatian. Maya menjelaskan pentingnya membangun sistem pengumpulan limbah dari kemasan refill.

“Kami bekerja sama dengan bank-bank sampah, TPS yang menerapkan 3R, dan pengepul barang bekas. Dengan seperti ini, bukan hanya memudahkan masyarakat melakukan daur ulang, tetapi juga memudahkan kami mengelola limbah dari produk kami sendiri,” ujar Maya.

Saat ini, Unilever telah menjalin kemitraan dengan 4.000 titik pengumpulan limbah. Hasilnya, sepanjang 2024, sekitar 39.000 ton sampah plastik berhasil dikumpulkan untuk didaur ulang.

Maya mengatakan, dari sisi produsen, perlu regulasi Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas, yang kuat dan diterapkan secara merata.

Baca juga: WWF Indonesia Gandeng Pemkot Bogor Atasi Permasalahan Sampah Plastik

“Pemerintah sudah menerbitkan aturannya enam tahun lalu, namun masih sedikit sekali perusahaan yang berpartisipasi,” kata Maya.

Oleh sebab itu, ia mendorong agar implementasi EPR dilakukan bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan dari hulu ke hilir.

Ia juga menyoroti perlunya keseragaman standar antara industri pusat dan daerah, serta insentif bagi produsen yang sudah menjalankan prinsip sirkularitas.

“Penting juga untuk ada insentif bagi produsen yang telah melakukan sirkularitas, sehingga bisa mendorong lebih cepat terjadinya inovasi yang mengurangi penggunaan plastik pada produk-produk produsen,” tambahnya.

Maya juga menekankan pentingnya sistem pelacakan yang transparan.

“Kita butuh sistem transparansi data yang kuat untuk melacak sampah kemasan dan tanggung jawab produsen. Ini akan membantu mendorong produsen agar lebih bertanggung jawab pada limbah yang dihasilkannya,” tutup Maya.

Baca juga: Miris! Tubuh Penyu Mengandung Plastik Setara 10 Bola Pingpong

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
Polusi Udara dari Kendaraan Diprediksi Picu 1,8 Juta Kematian Dini Pada 2060
LSM/Figur
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
KLH Angkut 116 Ton Sampah di Pasar Cimanggis Tangsel Imbas TPA Cipeucang Ditutup
Pemerintah
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
Investor Relations Jadi Profesi Masa Depan, Indonesia Perlu Siapkan SDM Kompeten
BUMN
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
Lindungi Pemain Tenis dari Panas Ekstrem, ATP Rilis Aturan Baru
LSM/Figur
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan 'Tenaga Kerja Hijau'
IEA: 60 Persen Perusahaan Global Kekurangan "Tenaga Kerja Hijau"
Pemerintah
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
Pertamina Andalkan Strategi Migas Tetap Jalan, Geothermal Jadi Masa Depan
BUMN
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
ASRI Awards, Penghargaan bagi Siswa hingga Sekolah lewat Inovasi Keberlanjutan
Swasta
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
Pelindo Terminal Petikemas Terapkan Teknologi Terumbu Buatan di Karimunjawa
BUMN
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
Teknologi Satelit Ungkap Sumber Emisi Metana dari Minyak, Gas, dan Batu Bara Global
LSM/Figur
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Sinarmas Land dan Waste4Change Resmikan Rumah Pemulihan Material di Tangerang
Swasta
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
Transisi EV Bisa Cegah 700.000 Kematian Dini, tapi Tren Pemakaian Masih Rendah
LSM/Figur
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Google Rilis Panduan untuk Bantu Laporan Keberlanjutan dengan AI
Swasta
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
Indonesia Tak Impor Beras, Pemerintah Dinilai Perlu Waspadai Harga dan Stok
LSM/Figur
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Walhi Kritik Usulan Presiden Prabowo Ekspansi Sawit dan Tebu di Papua
Pemerintah
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
Greenpeace Sebut Banjir Sumatera akibat Deforestasi dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau