Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Daratan Hilang Akibat Kenaikan Air Laut, Status Negara Harus Tetap Diakui

Kompas.com, 28 Juni 2025, 15:44 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Negara-negara tetap bisa menjalankan fungsi politik mereka bahkan jika wilayah daratan mereka tenggelam.

Kesimpulan tersebut merupakan hasil dari laporan Komisi Hukum Internasional setelah mengkaji apa arti hukum bagi keberlangsungan status kenegaraan dan akses ke sumber daya utama jika permukaan air laut terus meningkat karena kerusakan iklim.

Penelitian terbaru menunjukkan rata-rata permukaan air laut dapat naik hingga 90 cm pada tahun 2100 jika skenario terburuk menjadi kenyataan, bahkan itu juga bisa melampaui proyeksi.

Hal tersebut bisa menyebabkan hilangnya daratan sehingga mengancam negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang.

Selain hilangnya daratan, naiknya permukaan air laut menyebabkan banjir, mengancam pasokan air minum, dan membuat lahan pertanian terlalu asin untuk ditanami.

Baca juga: Kenaikan Permukaan Air Laut Bisa Jadi Bencana, meski Target 1,5°C Tercapai

Melansir Guardian, Sabtu (28/6/2025) kendati wilayah sebuah negara tenggelam, para ahli hukum menyimpulkan bahwa tidak ada halangan bagi suatu negara untuk mempertahankan batas-batas maritimnya, meskipun daratan tempat batas-batas itu ditetapkan berubah atau bahkan menghilang.

Batas-batas maritim ini sangat penting karena memberikan negara-negara hak navigasi, akses ke sumber daya seperti ikan dan mineral, serta tingkat kendali politik tertentu di wilayah laut tersebut.

Selain itu dalam laporan juga ada kesepakatan umum bahwa negara-negara yang terdampak misalnya, yang daratannya terancam hilang akibat kenaikan permukaan air laut harus tetap mempertahankan status kenegaraannya. Tujuannya adalah untuk mencegah warganya kehilangan kewarganegaraan.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut sangatlah penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas internasional.

Penelope Ridings, seorang pengacara internasional dan anggota ILC, menyatakan mereka tergerak untuk bertindak karena merasa ada ketidakadilan bagi negara-negara kecil.

Mereka rentan akan menanggung beban terberat dari kenaikan permukaan laut, padahal kontribusi mereka terhadap perubahan iklim sangat minim.

Ironisnya, sebagian besar masalah ini disebabkan oleh emisi dari perusahaan-perusahaan besar penghasil bahan bakar fosil dan semen.

Penelitian telah menemukan sepertiga dari kenaikan permukaan laut saat ini dapat ditelusuri ke emisi dari 122 produsen bahan bakar fosil dan semen terbesar.

Salah satu negara kepulauan di Pasifik, Tuvalu, telah secara khusus menyuarakan kekhawatirannya tentang kenaikan permukaan air laut. Permukaan air laut di sembilan pulau dan atolnya telah naik sebanyak 4,8mm dan diperkirakan akan naik jauh lebih tinggi lagi dalam beberapa dekade mendatang.

Baca juga: Laju Kenaikan Permukaan Air Laut Melonjak 2 Kali Lipat

Pada konferensi kelautan, Perdana Menteri Tuvalu, Feleti Teo, menyatakan bahwa warganya bertekad untuk tetap tinggal di tanah mereka selama mungkin.

Pemerintah Tuvalu pun telah mengambil tindakan konkret dengan menyelesaikan fase pertama proyek adaptasi pesisir. Proyek ini meliputi pembangunan penghalang beton untuk mengurangi banjir dan pengerukan pasir untuk menciptakan lahan tambahan.

Sementara itu, Australia adalah negara pertama yang mengakui permanennya batas-batas wilayah Tuvalu meskipun permukaan laut terus naik.

Pada tahun 2023, Australia juga menandatangani perjanjian yang mengikat secara hukum dengan Tuvalu. Perjanjian ini berkomitmen untuk membantu Tuvalu merespons bencana besar.

Australia juga menawarkan visa khusus kepada warga Tuvalu yang ingin atau perlu pindah ke Australia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau