JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bakal memberikan predikat Kota Kotor bagi pemerintah daerah (pemda) yang mengabaikan pengelolaan sampah maupun udara di wilayahnya.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan predikat itu diberikan melalui revitalisasi program Adipura. Penilaiannya mencakup sistem pengelolaan sampah dan kebersihan, anggaran dan kebijakan daerah, serta kesiapan SDM maupun fasilitas.
"Hasil penilaian diklasifikasikan dalam empat predikat yakni Adipura Kencana untuk kinerja terbaik, Adipura untuk capaian tinggi, Sertifikat Adipura bagi pemenuhan kriteria dasar, serta Predikat Kota Kotor sebagai peringatan bagi daerah dengan kinerja terendah," ungkap Hanif dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).
Baca juga: Indonesia dan Uni Emirat Arab Berkolaborasi Tangani Sampah Plastik Sungai
Adipura yang baru tidak hanya menilai estetika dan kebersihan kota, tetapi juga mengukur kapasitas kelembagaan, sistem pemilahan dari sumber, dan kepatuhan terhadap pelarangan TPA open dumping.
Menurut Hanif, kota yang masih menerapkan pembuangan terbuka tidak lagi memenuhi syarat Adipura.
Dia lalu menyebutkan bahwa timbulan sampah Indonesia mencapai 56,63 juta ton pada 2023 berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN).
Namun, hanya 39,1 persen atau 22,09 juta ton yang dikelola dengan layak. Sedangkan sisanya dibuang ke TPA open dumping.
“Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20 persen dari total sampah nasional merupakan plastik. Namun, tingkat daur ulang nasional baru mencapai 22 persen, jauh dari harapan," papar Hanif.
Baca juga: Bank Sampah di Banjarnegara Sulap Plastik Kresek Jadi BBM
KLH mencatat, tingkat daur ulang sampah tertinggi dilakukan di Jawa (31 persen), Bali dan Nusa Tenggara (22,5 persen), serta Sumatera (12 persen). Karena itu, pemda didesak segera menyusun peta jalan pengelolaan sampah, mempercepat penerapan sanksi administratif, dan membenahi kelembagaan daerah.
Hanif menyatakan, pihaknya tengah menyusun revisi Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 guna mempercepat pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi (PSEL).
Tujuannya, memperkuat dukungan pusat berupa dana APBN, percepatan perizinan, dan jaminan pembelian listrik hasil pengolahan sampah.
“Tahun 2029 harus menjadi tonggak tercapainya target pengelolaan sampah 100 persen. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Ini bukan hanya tugas KLH tetapi seluruh elemen bangsa,” jelas Hanif.
Baca juga: Buang Sampah Sembarangan, DLH Cianjur Terapkan Sanksi Rp 500.000
Adapun KLH berkomitmen mewujudkan Indonesia Bebas Sampah 2029 melalui pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah 2025.
Forum itu dihadiri lebih dari 1.000 peserta termasuk 38 gubernur, 514 bupati/wali kota, pejabat kementerian/lembaga, pelaku industri, akademisi, organisasi masyarakat, hingga komunitas lingkungan.
“Rakornas ini bukan sekadar seremoni. Ini panggilan aksi nyata. Jika kita tidak bertindak sekarang, yang kita wariskan hanyalah krisis ekologis yang lebih dalam,” tutur Hanif.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya