Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke PBB, Masyarakat Adat Desak Pemulihan Hak atas Wilayah Leluhur

Kompas.com, 15 Juli 2025, 11:21 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil menyampaikan empat rekomendasi kepada Pelapor Khusus PBB untuk Hak-hak Masyarakat Adat, Albert K Barume.

Dalam rekomendasinya, masyarakat adat mendorong agar pemerintah memulihkan hak atas wilayah adat yang diambil atas nama pembangunan.

Kemudian, mendesak evaluasi terhadap proyek strategis nasional di wilayah adat dan menjamin keterlibatan penuh masyarakat adat dalam setiap proses pembangunan.

Mereka juga meminta pemerintah menjalankan prinsip Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP), serta mendesak pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.

Baca juga: Kemenhut: Hutan Adat Indonesia Seluas 332.505 Hektare

“Rekomendasi ini sangat penting artinya bagi masyarakat adat mengingat sebagian besar wilayah adat masih berada dalam ketidakpastian hukum dan terancam oleh proyek-proyek berskala besar,” kata perwakilan Badan Registrasi Wilayah Adat, Kasmita Widodo, dalam keterangannya, Selasa (15/7/2025).

Dia mencatat, ada 1.583 wilayah adat seluas 32,3 juta hektare yang telah dipetakan dan diregistrasi melalui pemetaan partisipatif hingga Maret 2025.

Namun, baru 302 wilayah adat atau sekitar 5,3 juta hektare yang diakui secara resmi oleh pemerintah daerah.

“Artinya, hanya sekitar 19 persen dari wilayah adat yang telah dipetakan yang mendapat pengakuan hukum negara,” ujar Kasmita.

Menurut dia, pemetaan tersebut merupakan bentuk visibilitas masyarakat adat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan.

Baca juga: Membangun Tanpa Merusak, Masyarakat Adat Aru Raih Penghargaan Kelas Dunia

Sementara itu, Venny Siregar dari Koalisi RUU Masyarakat Adat menyoroti lambannya proses RUU yang berlangsung lebih dari satu dekade.

“Selama 15 tahun, RUU Masyarakat Adat hanya masuk sebagai usulan anggota DPR, namun belum pernah menjadi inisiatif pemerintah. Prosesnya masih panjang,” jelas dia.

Venny menyampaikan, Badan Legislasi DPR RI masih banyak penolakan Badan Legislasi DPR RI terhadap substansi yang diajukan. Ini termasuk belum diakuinya wilayah adat secara eksplisit.

Dalam naskah terbaru, pihaknya berupaya mengusulkan pengurangan narasi yang menyudutkan masyarakat adat sebagai penghambat investasi.

Baca juga: Perempuan, Masyarakat Adat, dan Pemuda Jadi Bagian dari Iklim

“Kami mendorong ruang dialog langsung antara masyarakat adat dan negara, agar masyarakat adat bisa menyampaikan sendiri persoalan dan kebutuhannya,” tutur Venny.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Swasta
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
LSM/Figur
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Pemerintah
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
LSM/Figur
Peristiwa Langka, Beruang Kutub Betina Terekam Adopsi Anak Beruang Kutub Lain di Kanada
Peristiwa Langka, Beruang Kutub Betina Terekam Adopsi Anak Beruang Kutub Lain di Kanada
LSM/Figur
Menteri ATR Nusron Tahan 1,67 Juta Hektar HGU, Tawarkan 2 Skema Reforma Agraria
Menteri ATR Nusron Tahan 1,67 Juta Hektar HGU, Tawarkan 2 Skema Reforma Agraria
Pemerintah
PSN Papua, Menteri ATR Nusron Wahid Singgung Swasembada Pangan Butuh Perluasan Lahan
PSN Papua, Menteri ATR Nusron Wahid Singgung Swasembada Pangan Butuh Perluasan Lahan
Pemerintah
Hadapi Gelombang Panas Ekstrem, Spanyol Bangun Jaringan Penampungan
Hadapi Gelombang Panas Ekstrem, Spanyol Bangun Jaringan Penampungan
Pemerintah
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Pemerintah
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Pemerintah
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
Pemerintah
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Pemerintah
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Pemerintah
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
LSM/Figur
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau