JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan dua teknologi, yakni sel surya organik dan fotokatalisis nano-hibrida, yang dinilai berpotensi mendukung sektor energi dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Pengembangan sel surya organik dilakukan dengan pendekatan arsitektur tipe inverted (nip), yang dinilai efisien dalam mengubah cahaya menjadi listrik.
Menurut Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Sistem Nanoteknologi BRIN, Mohamad Insan Nugraha, sel surya organik dipilih karena menggunakan bahan-bahan organik seperti plastik khusus (polimer) dan PCBM, bahan penerima elektron yang membantu mengalirkan listrik.
“Sel surya berbasis organik dipilih karena material organik seperti polimer terkonjugasi dan PCBM memiliki sifat khas seperti bobot ringan, fleksibilitas mekanik yang baik, tidak toksik, dan mudah diproses dalam larutan pelarut organik,” ujar Nugraha sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis BRIN, Jumat (18/7/2025).
Kelebihan tersebut memungkinkan proses pembuatan (fabrikasi) dilakukan secara sederhana, murah, tanpa ruang vakum, dan pada suhu rendah, di bawah 100 derajat Celcius.
Proses ini dapat dilakukan dengan metode pelapisan putar (spin coating), pelapisan bilah (blade coating), pencetakan tetes tinta (inkjet printing), hingga produksi gulung ke gulung (roll-to-roll).
Baca juga: BRIN Kembangkan Sel Surya Mikroalga, Disebut Lebih Ramah Lingkungan
Selain itu, BRIN juga mengembangkan sel surya organik efisiensi tinggi, di atas 19 persen, dengan menggunakan lapisan penghantar elektron berbasis metal oksida yang didoping.
Sel surya organik ini dinilai memiliki potensi untuk mendukung transisi energi bersih karena selain efisien dan fleksibel, juga ramah lingkungan.
Materialnya yang tidak beracun serta proses pembuatannya yang hemat energi dapat mendorong produksi energi terbarukan yang lebih terjangkau dan dapat diterapkan di berbagai skala.
Selain energi, BRIN mengembangkan teknologi fotokatalisis berbasis material nano-hibrida untuk mendukung pengelolaan lingkungan, khususnya dalam pengolahan air limbah.
Postdoctoral Fellow dari Pusat Riset Sistem Nanoteknologi BRIN, Arun Velumani, mengatakan bahwa pencemaran air akibat limbah organik dari industri, farmasi, dan tekstil memerlukan solusi yang ramah lingkungan.
Salah satu teknologi yang dapat menjadi solusi adalah fotokatalisis, yang mampu menguraikan limbah organik tanpa menghasilkan polutan sekunder.
Untuk meningkatkan efisiensinya, tim melakukan modifikasi material melalui pembentukan heterojunction dan penambahan Reduced Graphene Oxide (RGO).
Baca juga: Teknologi Daur Ulang Tekstil, Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion
Arun menjelaskan bahwa material nanohibrida ini disintesis dengan metode hidrotermal pada suhu 180 derajat Celcius selama 15 jam. Komponen penyusunnya dipilih berdasarkan kriteria stabilitas tinggi, toksisitas rendah, serta kemampuan penyerapan cahaya yang baik.
Hasil karakterisasi menunjukkan struktur kristalin yang baik, ukuran partikel sekitar 10,6 nanometer, dan band gap sebesar 2,88 eV.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya