JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan sel surya dye sensitized solar cell (DSSC), dari pigmen mikroalga yang lebih ramah lingkungan.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Elektronika (PRE) BRIN, Yuliar Firdaus, menjelaskan bahwa DSSC umumnya menggunakan pigmen sintetik berbasis logam seperti rutenium sebagai penyerap cahaya matahari.
Namun, bahan tersebut sulit didapatkan dan harganya yang cenderung mahal.
“Itulah mengapa para periset mencoba menggantinya dengan pigmen alami hasil ekstraksi dari mikroalga, yang lebih mudah didapatkan serta lebih ramah lingkungan,” ujar Yuliar dalam keterangan tertulis, Rabu (12/3/2025).
Menurut Yuliar, di Indonesia mikroalga sangat melimpah. Organisme kecil ini hidup di air yang memiliki pigmen alami yakni klorofil, karotenoid, serta phycocyanin.
Pigmen tersebut dapat menyerap cahaya matahari dengan baik, menjadikannya kandidat bahan aktif DSSC.
DSSC sendiri merupakan salah satu teknologi sel surya yang lebih mudah dibuat, daripada panel surya berbasis silikon.
Keunggulan mikroalga lainnya antara lain mudah dibudidayakan, cepat tumbuh, dan bisa diproduksi dalam skala besar tanpa merusak lingkungan. Jika dibandingkan dengan pigmen sintetik berbasis logam, mikroalga dianggap jauh lebih berkelanjutan dan ekonomis.
Yuliar mengungkapkan bahwa riset dibagi dalam tiga tahap selama tiga tahun.
Baca juga: Pertama di Indonesia, PLTS dengan Baterai dalam Kontainer Dibangun di Jambi
Tahun pertama, riset berfokus pada proses ekstraksi pigmen dari berbagai mikroalga asli Indonesia.
Pada tahun berikutnya, peneliti melakukan optimasi pada DSSC termasuk uji coba kombinasi pigmen mikroalga dan modifikasi komponen sel surya untuk meningkatkan efisiensi.
“Masalah utama dari penggunaan pigmen alami sebagai penyerap cahaya pada DSSC adalah kemampuan menempel dari pigmen tersebut di atas fotoanoda yang belum terlalu baik,” jelas Yuliar.
“Sehingga, pada tahun ketiga yakni 2025, tim periset BRIN akan melakukan upaya untuk meningkatkan daya tempel dari pigmen tersebut,” imbuh dia.
Apabila berhasil, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam pengembangan sel surya berbasis pigmen alami. Tak hanya ramah lingkungan, teknologi itu pun terjangkau dan dapat diproduksi secara massal untuk mendorong transisi energi.
"Dengan inovasi ini, ketergantungan kita pada energi fosil bisa semakin berkurang, dan Indonesia bisa berdiri di garis depan revolusi energi hijau,” ucap Yuliar.
Baca juga: BRIN Kembangkan Material Sel Surya Ramah Lingkungan Bebas Timbal
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya