Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia, Pantai Tak Terkelola dan Nelayan Tak Berdaya

Kompas.com - 26/08/2025, 08:15 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi


Jakarta, Kompas.com - Pulau Masalembu, Sumenep, Jawa Timur selama ini dikenal sebagai "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia karena seringnya terjadi tragedi kecelakaan kapal.

Namun di balik itu semua, wilayah ini menyimpan potensi wisata yang cuup besar dan belum tergali.

Saat akhir pekan dan hari libur, hanya Pantai Daeng Marala (DM) dan pantai di ujung barat Pulau Masalembu, yang masih dikunjungi wisawatan lokal.

Di sana, para nelayan menjajakan makanan dan minuman di warung-warung yang hanya memperoleh rezeki berlebih ketika Tahun Baru dan sehari usai Lebaran.

Sebenarnya, Pulau Masalembu mempunyai banyak pantai lainnya. Misalnya, Pantai Sono dan Pantai Masna yang tidak dikelola dengan baik.

Dulu, Pantai Sono pernah menjadi destinasi wisata di Pulau Masalembu yang paling ramai dikunjungi. Namun, setelah pengelolanya pergi meninggalkan Pulau Masalembu, Pantai Sono menjadi tidak terurus.

Selain itu, di pulau ini juga ada Pantai Masna. Jika air laut sedang surut, pasirnya kelihatan, bisa naik motor ke tengah gitu ya.

"Tapi itu tidak bisa dijadikan tempat sebagai pariwisata sama orangnya, karena kebun kelapa disitu. Kalau bicara potensi, sebenarnya Masalembu secara ekonomi sangat bisa dikembangkan, terutama dari sumber daya kelautan dan perikanan," ujar Ketua Kelompok Nelayan Masalembu, Haerul Umam, kepada Kompas.com, Senin (25/8/2025).

Tempat Parkir Kapal

Selain menjadi destinasi wisata, pantai-pantai di Pulau Masalembu digunakan untuk parkir perahu-perahu nelayan dan menaruh rumpon.

Kini, pantai dan perairan di sekitar Pulau Masalembu terancam semakin rusak akibat aktivitas kapal yang menggunakan cantrang, potas, dan bom ikan.

Haerul dan para nelayan dari Pulau Masalembu sudah berkali-kali memprotes praktik perikanan tangkap dengan alat yang merusak lingkungan tersebut. Namun, sampai sekarang, masih banyak kapal menangkap ikan di perairan Pulau Masalembu dengan cantrang, potas, dan bom ikan.

"Kapal cantrang dari Brondong juga banyak. Makanya, nelayan (Pulau Masalembu) protes dulu. Dampak dari kerusakan sudah jelas, hasil tangkapan nelayan menurun, sehingga nelayan harus menangkap ikan jauh ke tengah," tutur Haerul.

Nelayan dari Pulau Masalembu menangkap ikan dengan pancing dan payang, yang menggunakan rumpon sebagai tempat berkumpulnya ikan.

Wilayah tangkap nelayan yang menangkap ikan dengan pancing sekitar 9 mil sampai 21 mil dari pantai. Sedangkan wilayah tangkap nelayan yang menangkap ikan dengan payang rumpon bisa mencapai 30 mil dari pantai.

Hasil tangkapan nelayan Pulau Masalembu langsung dijual ke pengepul di darat maupun yang di laut menggunakan kapal. Imbasnya, harga jual ikan sangat berpengaruh terhadap penghasilan nelayan Pulau Masalembu.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
Dukung Transportasi Rendah Emisi, PLN Gandeng KAI Wujudkan Elektrifikasi Jalur Kereta Api
BUMN
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Mentan: Tidak Semua Miskin, 27 Ribu Petani Muda Cuan hingga Rp 20 Juta per Bulan
Pemerintah
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Percepatan Net Zero 2050, MKI Integrasikan Emisi GRK ke Perencanaan Bisnis Strategis
Swasta
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Nilai Ekonomi Karbon dan Politik Keberlanjutan
Pemerintah
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Sampah Jadi Energi: Bisa Jadi Solusi Maupun Petaka, Risikonya Terlihat Mata
Pemerintah
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Investor Global Ultimatum, Stop Deforestasi Sebelum 2030, atau Modal Hijau Terhenti
Swasta
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Genjot Jaringan Listrik ASEAN, ADB-Bank Dunia Rilis Pendanaan Baru
Pemerintah
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Akademisi UB: Pemanfaatan Geotermal di Indonesia Masih Jauh dari Maksimal
Pemerintah
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Nyanyian Lontar di Rai Hawu: Saatnya Adaptasi Iklim Berpijak pada Kekuatan Lokal
Pemerintah
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Penjurian Asia ESG Positive Impact Awards 2025 Resmi Selesai
Swasta
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Mau Proyek Sampah Jadi Energi Sukses? Kuncinya Duit, Transparansi, dan Kebijakan Jelas
Swasta
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
20 Kura-Kura Leher Ular Rote Dilepasliarkan, Agar Tak Lagi Jadi Terlangka di Dunia
Pemerintah
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
FAO: Hutan Tetap Terancam meski Deforestasi Global Melambat dalam Satu Dekade Terakhir
Pemerintah
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
Papua Terancam Jadi Sumatera Kedua, Jadi Langganan Kebakaran Gambut
LSM/Figur
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
Demi NZE 2060, RI Tak Boleh Korbankan Hutan dan Gambut untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau