Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dody Setiawan
Peneliti Senior Iklim dan Energi di EMBER Energy

Peneliti iklim dan energi

Menjemput Peluang Transisi di Tengah Turunnya Batu Bara

Kompas.com, 2 September 2025, 14:55 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Metana merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan hingga 82 kali lebih besar dari karbon dioksida. Tak hanya mempercepat laju perubahan iklim, emisi metana juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan hingga penurunan produktivitas pertanian.

Baca juga: Titik Kritis Batu Bara: Mengurai Simpul Energi dan Fiskal

Ironisnya, lonjakan emisi metana dari ekspansi tambang batu bara ini masih belum diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Hingga kini, belum ada kewajiban pelaporan ataupun pengukuran secara langsung.

Kajian EMBER dan IEA bahkan menunjukkan bahwa emisi CMM Indonesia dapat mencapai delapan hingga 16 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan pemerintah.

Tanpa perbaikan mendasar, dampak signifikan dari industri batu bara ini akan terus terabaikan dan komitmen Indonesia terhadap perubahan iklim pun akan semakin dipertanyakan.

Peluang diversifikasi melalui energi terbarukan

Beberapa perusahaan tambang batu bara besar mulai menyadari bahwa sektor batu bara telah mulai memasuki masa sunset.

Laporan EMBER dan Energy Shift Institute menunjukkan bahwa beberapa perusahaan, seperti Indika Energy dan Bukit Asam, telah berkomitmen dan mulai diversifikasi ke bisnis rendah emisi, termasuk energi terbarukan.

Potensi bisnis energi terbarukan di Indonesia masih sangat besar. Pemerintah merencanakan pembangunan 42,6 GW pembangkit energi baru terbarukan hingga 2034.

Industri manufaktur komponen energi terbarukan juga menjadi peluang investasi menarik untuk mendukung proyek-proyek tersebut.

Sayangnya, pengembangan bisnis energi terbarukan tidak selalu berjalan mulus. Beberapa proyek energi terbarukan yang melibatkan konglomerat energi Indonesia masih mengalami banyak kendala, mulai dari tantangan pembiayaan hingga akuisisi lahan.

Sementara itu, mayoritas proyek energi terbarukan skala besar banyak dikembangkan oleh anak perusahaan PLN yang bekerjasama dengan perusahaan asing melalui skema strategic partnership.

Meski kehadiran investor asing penting untuk transfer teknologi, keterlibatan perusahaan-perusahaan nasional juga harus diperkuat supaya Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tapi juga pemain utama.

Baca juga: Aturan Baru Bahlil: Harga Patokan Batu Bara Dicabut, Perusahaan Tambang Lebih Fleksibel

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pembangunan pembangkit energi baru terbarukan hingga 2034 membutuhkan investasi swasta sebesar Rp 1.341,8 triliun dan harus melibatkan perusahaan-perusahaan nasional.

Hal ini seharusnya menjadi indikasi kuat bagi pelaku industri tambang batu bara untuk segera mengambil bagian dalam sektor energi terbarukan sebagai bagian dari strategi transformasi usaha.

Pemerintah harus menyusun strategi yang holistik dalam menyikapi tren penurunan batu bara ini. Mulai dari penyesuaian produksi batu bara nasional mengikuti permintaan pasar hingga penerapan kriteria yang lebih ketat untuk perizinan perusahaan tambang.

Di saat yang sama, pemerintah juga harus membuat iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan energi terbarukan guna memberikan ruang dan peluang transisi bisnis dari sektor ekstraktif.

Hal ini meliputi perencanaan yang konsisten, jaminan kepastian bisnis serta dukungan regulasi yang kuat.

Industri batu bara perlu lebih objektif dalam menilai dinamika pasar. Di tengah tren permintaan ekspor yang turun, strategi ekspansi produksi justru berisiko menjadi bumerang bagi kelangsungan usaha.

Ke depan, pemerintah juga akan lebih selektif dalam menerbitkan izin baru maupun perpanjangan.

Dalam konteks ini, perusahaan-perusahaan batu bara perlu mulai mengalihkan porsi investasinya ke sektor berkelanjutan yang memiliki prospek jangka panjang, seperti energi terbarukan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Respons PT TPL usai Prabowo Minta Perusahaan Diaudit dan Dievaluasi
Swasta
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
DLH DKI Siapkan 148 Truk Tertutup untuk Angkut Sampah ke RDF Rorotan
Pemerintah
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Perancis Perketat Strategi Net Zero, Minyak dan Gas Siap Ditinggalkan
Pemerintah
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
3.000 Gletser Diprediksi Hilang Setiap Tahun pada 2040
LSM/Figur
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
IATA Prediksi Produksi SAF 2025 1,9 Juta Ton, Masih Jauh dari Target
Pemerintah
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Dorong Keselamatan Kerja, Intiwi Pamerkan Teknologi Las Berbasis VR Manufacturing Indonesia 2025
Swasta
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Gelondong Bernomor Di Banjir Sumatera
Pemerintah
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Permata Bank dan PT Mitra Natura Raya Dorong Konservasi Alam lewat Tour de Kebun Raya
Swasta
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Hujan Lebat Desember–Januari, PVMBG Ingatkan Siaga Longsor dan Banjir Saat Nataru
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau