KOMPAS.com - Ketergantungan Indonesia pada beras membuat ketahanan pangan nasional semakin rentan.
Padahal, berbagai daerah menyimpan kekayaan pangan lokal yang berpotensi dikembangkan secara restoratif untuk memperkuat ekonomi masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai perspektif ketahanan pangan selama ini terlalu sempit karena hanya dikaitkan dengan cadangan beras.
“Kalau suatu saat luasan lahan pangan berasnya turun secara tajam, maka kejadian kelaparan massal itu akan terjadi di daerah-daerah, di pulau-pulau terpencil, karena untuk kembali ke tanaman pangan lokal, lupa mereka. Kondisinya mendesak, apa yang terjadi? Nunggu barang dari luar pulau masuk, dan harganya itu sangat mahal untuk dibayar,” ujar Bhima dalam diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim, Selasa (16/9/2025).
Bhima menekankan perlunya diversifikasi pangan berbasis ekonomi berkelanjutan atau ekonomi restoratif.
Ia mencontohkan, di Papua, pembangunan lumbung pangan di desa sebaiknya tidak hanya berisi beras, tetapi juga pangan lokal yang diolah secara berkelanjutan.
Baca juga: Produksi Pangan Dunia Cukup, tapi Banyak yang Tak Sampai ke Masyarakat
“(Bisa) umbi-umbian, ikan kalau punya. Tapi dikelola dengan secara berkelanjutan, menangkapnya tidak pakai potas atau racun, pengeringan ikannya dilakukan dengan cara-cara yang tidak menghasilkan emisi berlebihan. Cara-cara itulah yang harus dilakukan sebagai tantangan untuk menjawab agar Papua tidak bergantung pada beras,” tutur Bhima.
Data Celios menunjukkan ada 23.472 desa di Indonesia yang memiliki potensi menjadi basis produksi pangan restoratif, yakni pangan yang memberi nilai tambah tanpa merusak alam.
Sebanyak 14,88 persen desa berbatasan dengan laut dan 24,11 persen desa berbatasan dengan hutan. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pangan akuatik, obat-obatan, hingga produk hutan non-kayu secara berkelanjutan.
Namun, Bhima menilai, peran pemerintah masih minim.
“Sebagian besar tanaman pangan alternatif dari beras yang dikerjakan oleh komunitas tanpa bantuan pemerintah,” ujarnya.
Menurut Bhima, basis ekosistem yang dimiliki desa-desa di Indonesia sangat kuat. Jika dikelola dengan hati-hati, potensi pangan restoratif ini tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga menjaga ekosistem dari kerusakan.
Baca juga: Kemenko Pangan: MBG Kurang Ikan, Perlu Manfaatkan Pangan Akuatik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya