JAKARTA, KOMPAS.com - JAKARTA, KOMPAS.com – Kenaikan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun menunjukkan praktik pertanian di Indonesia masih jauh dari prinsip berkelanjutan. Dampaknya, kesehatan lahan pertanian pun terus menurun.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, menilai kondisi ini membuat petani semakin bergantung pada pupuk kimia.
“Kesehatan lahannya sudah turun jauh. Jadi kalau lahan tidak dipupuk lebih banyak dari musim lalu, produksinya cenderung stagnan. Mau tidak mau petani harus menambah pupuk di musim berikutnya,” kata Ayip kepada Kompas.com, Selasa (16/9/2025).
Menurutnya, penggunaan pupuk dan pestisida berbahan kimia secara berlebihan justru mematikan mikroorganisme tanah. Meski demikian, pupuk kimia masih menjadi andalan karena mendapatkan dukungan lewat skema subsidi.
“Pupuk subsidi yang organik jumlahnya sangat sedikit,” ucap Ayip.
Padahal, ia menekankan pentingnya upaya penyehatan lahan pertanian. Sebab, tanpa tanah yang sehat, benih unggul maupun teknologi pertanian tidak akan banyak membantu.
“Kalau tanahnya rusak, sehebat apa pun benihnya, sebagus apa pun mesinnya, tetap selesai kalau tanahnya enggak sehat,” tegasnya.
Ayip menyarankan agar pemerintah memberi insentif khusus untuk mendorong petani mengurangi penggunaan pupuk kimia. Misalnya, insentif bisa berupa pembebasan pajak, jaminan harga, hingga kepastian pasar.
“Mengurangi pupuk kimia 25 persen saja, tapi dikasih insentif. Kalau untung-untungan, petani pasti memilih pupuk kimia. Seringkali perilaku berubah karena ada motif, dan itu bisa muncul dari insentif,” ujarnya.
Selain itu, ia menilai pemerintah perlu mengubah komposisi subsidi dengan memperbesar porsi pupuk organik, sekaligus mendorong kebiasaan baru di kalangan petani. Salah satunya tidak lagi membakar jerami, melainkan mengembalikannya ke lahan untuk mengurangi kebutuhan pupuk kimia.
“Satu hektar lahan kalau jeraminya dikembalikan bisa mengurangi setengah dari kebutuhan pupuk kimia,” kata Ayip.
Ayip memperkirakan baru sekitar 15 persen petani di Indonesia yang menerapkan praktik pertanian berkelanjutan.
“Bayangan saya, masih sangat sedikit yang ramah lingkungan. Pertanian berkelanjutan masih jauh karena praktik pertanian kita sangat bergantung pada pupuk kimia,” ujarnya.
Meski begitu, Ayip menilai sejumlah pemerintah daerah sudah mulai mengambil inisiatif. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Ngawi, yang membiayai sertifikasi dan pelatihan pertanian ramah lingkungan, termasuk penggunaan pupuk organik.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya