KOMPAS.com - Sebuah penelitian di tingkat global menemukan bahwa naiknya permukaan laut dan meningkatnya ancaman di pesisir menyebabkan orang-orang berpindah menjauhi pantai.
Akan tetapi, di wilayah berpendapatan rendah, jutaan penduduk masih terperangkap di sana, atau justru bergerak mendekati laut.
Riset yang dipublikasikan di jurnal Nature Climate Change pada 22 September 2025, menganalisis 1.071 daerah pesisir yang tersebar di 155 negara di seluruh dunia.
Para peneliti mendapati, meskipun 56 persen kawasan mengalami perpindahan penduduk ke wilayah yang mendekati darat dalam kurun waktu 1992 hingga 2019, daerah-daerah yang paling miskin dan juga paling rentan tidak memiliki pilihan untuk pindah, bahkan ada yang dipaksa mendekat ke pantai, sehingga risiko bahaya yang mereka hadapi semakin besar.
Melansir Down to Earth, Senin (29/9/2025), studi tersebut menemukan bahwa 26 persen penduduk pesisir memilih untuk tetap tinggal dan 16 persen justru bergerak mendekati pantai.
Baca juga: Ironi Perikanan Indonesia: Produk Buruk, Penduduk Pesisir Stunting
Amerika Selatan mencatat persentase penduduk tertinggi yang berpindah ke dekat pantai (17.7 persen). Diikuti oleh Asia (17.4 persen), Eropa (14.8 persen), dan Oseania (13.8 persen).
Di Afrika, sebanyak 12.4 persen populasi pesisir bergerak mendekati laut, sedangkan Amerika Utara mencatat angka 8.8 persen.
Perpindahan penduduk sebagian besar dipicu oleh tingkat kerentanan masyarakat serta kemampuan mereka dalam menanggapi krisis tersebut.
Penelitian itu menemukan adanya hubungan antara perpindahan masyarakat menjauhi pantai dengan riwayat pengalaman mereka menghadapi bencana iklim pesisir sebelumnya.
"Kami berhasil memetakan perpindahan pemukiman manusia dari wilayah pesisir di seluruh dunia. Jelas terlihat bahwa penduduk memang bergerak menjauhi pantai, namun ini hanya terjadi pada mereka yang memiliki kemampuan atau sumber daya untuk pindah," papar Xiaoming Wang, penulis utama yang juga adjunct professor di Monash University.
Wang menekankan bahwa penduduk di wilayah yang kurang mampu, yang tidak memiliki sarana atau kapasitas untuk mengatasi bahaya iklim, terpaksa terus berhadapan dengan cuaca ekstrem dan ancaman iklim yang besar.
Fakta ini menyoroti kesenjangan adaptasi yang signifikan dalam upaya mengatasi ancaman perubahan iklim di masa mendatang.
Namun, penelitian ini turut menyoroti perbedaan yang jelas di wilayah Oseania dan Australia. Di sana, baik penduduk kaya maupun miskin sama-sama berpindah lebih dekat ke pantai, yang mengindikasikan adanya ketergantungan terhadap sektor ekonomi di wilayah pesisir.
Baca juga: Akademisi UI: Giant Sea Wall Bakal Ubah Ekosistem Pesisir Pantura
Komunitas yang bertahan di dekat pantai umumnya didukung oleh lebih banyak perlindungan fisik, seperti tanggul banjir, dan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik.
Kendati demikian, penelitian ini juga mengkhawatirkan bahwa adanya infrastruktur pelindung justru dapat memberi rasa aman yang berlebihan kepada penduduk dan mendorong pembangunan yang berbahaya semakin dekat ke wilayah pesisir.
"Di satu pihak, pergerakan menuju pantai dapat meningkatkan risiko yang dihadapi kelompok rentan terhadap badai, erosi, dan kenaikan air laut. Di pihak lain, pergerakan ini juga mengancam komunitas yang lebih kaya dengan risiko bencana pesisir yang terus meningkat," kata Wang.
Para peneliti menyimpulkan bahwa, dengan meningkatnya permukaan laut dan memburuknya dampak iklim, berpindah lebih jauh ke daratan bisa jadi merupakan keharusan.
Mereka juga menegaskan bahwa relokasi dari pesisir harus direncanakan sebagai strategi adaptasi iklim jangka panjang, mengingat perpindahan penduduk akan membawa konsekuensi ekonomi dan sosial yang luas bagi masyarakat dan wilayah terkait.
"Selain upaya mitigasi, strategi adaptasi harus mencakup pengurangan ancaman di pesisir, peningkatan kualitas pemukiman kumuh, dan penyeimbangan antara kebutuhan ekonomi dengan bahaya lingkungan. Tanpa langkah-langkah ini, kesenjangan adaptasi akan terus membesar dan mengorbankan masyarakat termiskin di seluruh dunia," tambah Wang.
Baca juga: Prabowo Vs Trump di PBB: Beda Sikap soal Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya