JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, mengungkapkan bahwa usia penyimpanan carbon capture and storage (CCS) di Indonesia mencapai 200 tahun lamanya. Teknologi ini berpotensi menyimpan 577 gigaton CO2 ekuivalen, menjadikanya salah satu yang terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan Rusia.
"Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon selama 200 tahun, yang dapat menampung tidak hanya emisi kita sendiri tetapi juga dari negara-negara sekitar menegaskan posisi kita sebagai pusat CCS Asia," kata Nurul dalam International & Indonesia Carbon Capture and Storage (IICCS) Forum di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
Pemerintah menargetkan net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Dia menyatakan, CCS merupakan bagian dari prioritas nasional untuk mempercepat dekarbonisasi.
Baca juga: RI-Singapura Kerja Sama Bangun Fasilitas CCS hingga Industri Hijau
Regulasinya termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang CCS. Aturan ini memungkinkan penerapan CCS dalam dua bentuk yakni di wilayah kerja migas yang sudah ada, dan area baru untuk penyimpanan karbon.
"Untuk memastikan kebutuhan energi dan lingkungan kita terpenuhi, regulasi mengamanatkan bahwa setidaknya 70 persen kapasitas penyimpanan karbon harus dialokasikan untuk sumber domestik, dan 30 persennya dapat digunakan untuk sumber karbon luar negeri asalkan terdapat perjanjian bilateral dan investasi di Indonesia," jelas dia.
Kebijakan itu juga membuka peluang ekonomi signifikan, memungkinkan pengelola CCS mendapatkan keuntungan melalui perdagangan karbon ataupun jasa penyimpanan karbon. Sehingga bakal menarik investasi, menciptakan lapangan kerja baru, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.
"Ke depan, pemerintah akan memastikan seluruh operasi CCS mengikuti standar keselamatan dan lingkungan tertinggi, mulai dari penangkapan hingga penyimpanan jangka panjang," tutur Nurul.
Regulasi lainnya, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mewajibkan seluruh pembangkit listrik berbahan bakar fosil menerapkan CCUS pada tahun 2060. Tak sekadar aturan di atas kertas, implementasi PP tersebut menghasikan investasi dari global.
"Tahun lalu, kami menerima komitmen investasi senilai 7 miliar dollar AS dari BP untuk Proyek Tangguh Ubadari Project, proyek CCUS berskala besar pertama di Indonesia sebuah langkah besar bagi sektor energi nasional," sebut dia.
Pada awal tahun 2025, pemerintah menandatangani perjanjian senilai 10 miliar dollar AS dengan ExxonMobil untuk proyek serupa. Dalam kesempatan itu, Nurul turut menyinggung soal potensi energi Indonesia yang mencapai 3.700 gigawatt terdiri dari energi surya, angin, air, bioenergi, hingga panas bumi. Namun, kapasitas terpasang kita saat ini baru mencapai 15,2 gigawatt, atau kurang dari 1 persen.
Baca juga: Norwegia Cetak Sejarah, Jadi yang Pertama Kubur Emisi Karbon ke Bawah Laut
"Dengan mengembangkan teknologi ini (CCS), kita membangun perlindungan bagi industri, melindungi ekspor dari kebijakan penyesuaian karbon (carbon border adjustment yang akan diterapkan oleh Uni Eropa, serta memastikan produk tetap kompetitif di pasar global," ucap Nurul.
Sementara itu, Executive Director ICCSC, Belladonna Troxylon Maulianda, menyebutkan setidaknya ada 19 proyek terkait CCS yang kini tengah berlangsung di Indonesia. Blok migas yang menjadi calon proyek CCS antara lain dikerjakan ExxonMobil di Cekungan Asri dan Lapangan Gundih, Cepu, Jawa Tengah, Bp Indonesia di Blok Tangguh Ubadari di Papua Barat, INPEX di Blok Masela, Maluku, Repsol di Blok Sakakemang, Sumatera Selatan.
"Kalau dari domestik, kita punya Pertamina, Pertamina kerja sama dengan Exxon, Pertamina kerja sama dengan Chevron, ada juga Pupuk Indonesia," ucap Belladonna.
"Pupuk Indonesia juga beraspirasi melakukan CCS untuk produksi blue ammonia, untuk penyusunan power plant, PLN juga sudah memasukannya di RUPTL, 1 gigawatt tahun 2030, yang menegaskan CCS dengan PLTU," imbuh dia.
Baca juga: IESR : Metana Sektor Energi Belum Terkontrol, Indonesia Harus Bergerak Lebih Cepat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya