KETAPANG, KALBAR, KOMPAS.com - Perempuan yang berprofesi petani di Desa Kenanga, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, dituntut menggarap ladang sekaligus mengurus pekerjaan rumah tangga.
Namun, beban ganda tersebut setidaknya berkurang karena mereka melestarikan sistem gotong royong dalam berladang yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang.
Bahkan, sistem gotong royong itu bisa melibatkan puluhan perempuan petani untuk menggarap ladang masing-masing secara bergiliran.
Baca juga: Pemberdayaan Difabel Rungu: Rumah Batik Pekalongan Jadi Wadah Inklusif
"Sistem gotong royong-nya itu ya sangat meringankan bagi kami di sini. Jadi bergilir, tadi kan ke ladang Ibu Naiman. Besok atau lusa, jadwalnya giliran ke ladang saya. Kalau ada gotong royong ke dia, dia balas lagi ke saya ketika saya ada kerjaan di ladang," ujar Disri Prigitta seorang warga Desa Kenanga, Kecamatan Simpang Hulu, Kamis (23/10/2025).
Menurut Disri, perempuan petani di wilayah ini lebih aktif dalam berladang daripada laki-laki. Mulai dari merumput, merawat ladang, sampai panen.
Sedangkan para suami biasanya menebang pohon untuk membuka lahan, menghalau hewan pengganggu atau membasmi hama perusak ladang, serta berfokus mencari uang melalui pekerjaan lain.
"Kalau dilihat dari pekerjaannya, memang lebih berat perempuan. Biasanya kalau merumput, laki-laki dari dulu lebih tidak suka, karena sakit pinggang," tutur Disri.
Sejumlah perempuan petani di Desa Kenanga, kata dia, mengeluhkan pembagian peran tradisional berdasarkan gender tersebut, mengingat keuangan rumah tangga mereka ternyata masih dibantu istri.
Menurut Disri, saat ini beberapa suami di Desa Kenanga sudah mau mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian, sampai membersihkan lantai.
Ia mengaku bersyukur suaminya termasuk laki-laki yang mau membantunya dan memberinya kesempatan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan.
Disri merupakan fasilitator pemberdayaan perempuan untuk Desa Kenanga usai mengikuti serangkaian pelatihan dari Tropenbos Indonesia di Pontianak.
Baca juga: Masjid Bisa Jadi Pusat Pemberdayaan EKonomi atasi Tantangan Bonus Demografi
Di tingkat kabupaten, Disri tergabung dalam Aliansi Perempuan Penggerak Perubahan di Kabupaten Ketapang yang baru dibentuk pada Juli 2025.
"Banyak suami di sini melarang istrinya ikut (pelatihan) FPAR, takut melawan. Kalau dulu laki-laki di rumah itu duduk saja, enggak ngapa-ngapain. Sekarang sebagian juga laki-laki sudah ada yang ketika istrinya sibuk, dia bisa masak sendiri, kadang pun kalau ke ladang, dia sendiri pergi," ucapnya.
Meski hanya 12 kilometer dari jalan utama Kabupaten Ketapang, perjalanan menuju Desa Kenanga sangat sulit, terutama usai hujan mengguyur.
Sebagai daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dampak krisis iklim di Desa Kenanga tampak nyata. Cuaca ekstrem yang tidak bisa diprediksi dengan musim kemarau berkepanjangan atau curah hujan tinggi, berdampak pada hasil panen.
“Kalau musim menanam dan tiba-tiba cuacanya kering, jadi susah (karena) lahan sawahnya kering. Kalau padi di darat yang bukan sawah, tiba-tiba juga kering (karena) kemarau, terus mati, layu," ujar Disri.
Di sisi lain, hujan yang terus-menerus selama dua minggu juga mengakibatkan padi terkena penyakit, sehingga hasil panennya menjadi kurang bagus.
Baca juga: YCAB: Perbedaan Pola Pikir Jadi Tantangan Pemberdayaan Sosial
"Kalau kami sudah berladang, merawat tapi kena penyakit, jadi hasil panen kan kurang. Terpaksa tahun depannya beli beras. Tapi kalau hasil panennya bagus, untuk kebutuhan pangannya bisa sampai 2 tahun," tutur Disri.
Kendati sangat berdampak pada perekonomian, kata dia, krisis iklim tidak sampai mempengaruhi permasalahan rumah tangga.
Selain itu, beberapa orang di Desa Kenanga memiliki lumbung, yang bahkan cadangan berasnya sampai 5 tahun, sehingga saat gagal panen tidak terlalu terdampak.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya