Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR: SNDC Tak Hadirkan Terobosan, Cuma Perbarui Metode Hitung Emisi

Kompas.com, 30 Oktober 2025, 10:30 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia telah menyerahkan dokumen Second Nationally Determined Contribution (SNDC) kepada Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) pada Senin (27/10/2025).

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, dokumen komitmen iklim terbaru Indonesia ini hanya memperbarui metode pengukuran emisi gas rumah kaca (GRK), tanpa menghadirkan terobosan aksi mitigasi yang mampu memberi dampak signifikan.

Menurut IESR, SNDC masih mempertahankan pola lama, seperti mengandalkan penyerapan dari sektor hutan dan lahan (Forestry and Other Land Use / FOLU) sebagai strategi utama mitigasi, menunda puncak emisi sektor energi, serta menempatkan target yang relatif mudah dicapai karena berada di atas kemampuan kebijakan saat ini.

SNDC juga dinilai belum mencerminkan ambisi Presiden Indonesia untuk mencapai 100 persen energi terbarukan dalam waktu 10 tahun. Padahal, ambisi Prabowo untuk membangun 100 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di desa-desa berpotensi menjadi kontributor besar dalam penurunan emisi GRK.

Chief Executive Officer IESR, Fabby Tumiwa, menilai penundaan puncak emisi GRK dari tahun 2030 menjadi 2035 seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah berani melaksanakan transisi energi sesuai visinya.

“Dengan potensi 3.800 GW energi terbarukan, dan biaya investasi PLTS, PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) dan baterai (battery) yang semakin menurun, pemanfaatan yang lebih besar akan membuat biaya produksi tenaga listrik jauh lebih murah dan emisi lebih rendah,” tutur Fabby dalam keterangan tertulis.

Fabby menjelaskan, PLTS dan Battery Energy Storage System (BESS) kini mampu menghasilkan harga listrik yang lebih kompetitif dibandingkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Penurunan harga energi terbarukan ini seharusnya menjadi pendorong utama transisi energi nasional.

Dengan kondisi energi terbarukan yang semakin kompetitif, lanjutnya, mempertahankan PLTU tua yang sudah bisa dipensiunkan justru akan membuat Indonesia kehilangan peluang memperoleh listrik berbiaya murah.

Fabby juga menyesalkan pendekatan ekonomi dalam model SNDC yang justru melihat aksi iklim ambisius sebagai hambatan bagi pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini, kata dia, bertolak belakang dengan hasil pemodelan Low Carbon Development Indonesia (LCDI) oleh Bappenas, yang menunjukkan bahwa aksi iklim yang kuat justru menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Baca juga: IESR: Harga Listrik akan Mahal jika Pemerintah Pertahankan PLTG

“Transisi energi yang membutuhkan investasi USD 40-50 miliar setiap tahun, yang jika dilakukan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” ujar Fabby.

Diketahui, SNDC tidak lagi menggunakan persentase proyeksi penurunan GRK di bawah skenario business as usual. Sebaliknya, dokumen ini memakai jumlah absolut emisi GRK pada 2035 dengan tahun referensi 2019. Ada tiga skenario penghitungan emisi GRK, namun dalam dua skenario bersyarat (conditional), total emisi GRK Indonesia justru diproyeksikan meningkat hingga 2030 dibandingkan tahun 2019.

Target bersyarat itu membidik pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Dalam skenario tersebut, setelah memperhitungkan penyerapan dari sektor FOLU, emisi GRK diperkirakan mencapai 1.489 juta ton setara karbon dioksida (CO?e) pada 2035. Jika tanpa memperhitungkan FOLU, total emisi GRK bisa meningkat hingga 1.696 juta ton CO?e pada periode yang sama.

Meski begitu, dengan pertumbuhan ekonomi 8 persen, Indonesia tetap akan menghasilkan emisi GRK yang tinggi. Target penyerapan emisi FOLU pada 2035 sebesar minus 207 juta ton CO?e diharapkan mampu menutup tingginya emisi dari sektor energi — yang diproyeksikan mencapai 1.336 juta ton CO?e, naik 103 persen dibandingkan tahun 2019.

Mitigasi di sektor energi direncanakan melalui peningkatan bauran energi terbarukan hingga 19–23 persen pada 2030 dan 36–40 persen pada 2040, serta penggunaan kendaraan listrik. Namun, target puncak emisi sektor energi diperkirakan baru akan tercapai pada 2038 — mundur dari estimasi sebelumnya dalam draf SNDC. Secara keseluruhan, emisi GRK Indonesia diproyeksikan terus naik hingga 2035, sebelum kemudian menurun tajam menuju 2060.

IESR menilai penundaan puncak emisi ini tidak efisien dan justru akan menimbulkan biaya yang lebih besar di masa depan. Penundaan juga berisiko membuat Indonesia gagal memenuhi target Persetujuan Paris.

Merujuk pada tolok ukur 1,5°C Climate Action Tracker (CAT), agar selaras dengan jalur Persetujuan Paris, target emisi GRK absolut Indonesia pada 2035 seharusnya berada di sekitar 720 juta ton CO?e (di luar sektor FOLU).

Namun, target SNDC justru tidak lebih ambisius dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, yakni sebesar 760 juta ton CO?e pada 2035 (termasuk FOLU). Padahal, sebagai acuan utama aksi iklim nasional, target SNDC seharusnya mencerminkan tingkat ambisi tertinggi yang paling memungkinkan — sesuai Pasal 4 Persetujuan Paris.

Untuk dapat sejalan dengan trayektori Paris, Indonesia memerlukan dukungan internasional yang signifikan, baik secara teknis maupun finansial.

Baca juga: IESR Perkirakan Ada Perbaikan di Second NDC, Tapi Tetap Tak Jawab Target Perjanjian Paris

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
COP30 Gagal Sepakati Penghentian Bahan Bakar Fosil, RI Diminta Perkuat Tata Kelola Iklim
Pemerintah
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau