Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR Perkirakan Ada Perbaikan di Second NDC, Tapi Tetap Tak Jawab Target Perjanjian Paris

Kompas.com, 20 Oktober 2025, 19:20 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Services Reform (IESR) menuntut pemerintah Indonesia penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan skala yangambius dalam dokumen Second Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mencegah bencana iklim global.

IESR juga mendesak pemerintah Indonesia segera menyerahkan Second NDC kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), sebelum Conference of the Parties (COP) 30 berlangsung pada November 2025.

Second NDC adalah dokumen komitmen iklim terbaru Indonesia yang akan memperbarui Enhanced NDC (ENDC) sebelumnya, berisi target mitigasi (pengurangan emisi) dan adaptasi (peningkatan ketahanan) terhadap perubahan iklim untuk periode 2031–2035

"Acuan kami adalah draft Second NDC yang tahun lalu sudah pernah dikeluarkan. Dan sepengetahuan saya, mungkin nggak terlalu banyak berubah, hanya target yang berubah. Tapi, beberapa aspeknya sudah mungkin mirip," ujar Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Baca juga: IESR Desak Reformasi Pengadaan EBT, Lancarkan Transisi Energi yang Tersendat

IESR menilai terdapat beberapa kemajuan dalam draf Second NDC yang dikomunikasikan National Focal Point pada 2024 lalu.

Di antaranya, peningkatan target penurunan emisi dibandingkan Enhanced NDC (ENDC), perubahan baseline ke tingkat referensi emisi tahun 2019, perluasan cakupan GRK dengan mengakomodir hidrofluorokarbon (HFC), serta mencakup sub sektor kelautan dan hulu migas.

"Penurunan emisinya berdasarkan tahun referensi pada 2019 itu lebih bagus dan lebih mudah untuk kami mengukur keberhasilannya. Kalau sekarang, pemerintah itu bisa berbicara bahwa emisinya sudah ambisius, sudah tercapai, enggak perlu ngapa-ngapain juga akan tetap tercapai. Karena referensinya dari proyeksi masa depan, yang belum tentu proyeksinya benar," ucapnya.

Selain itu, draf Second NDC juga memasukkan target nir-sampah pada 2040 dan menambahkan prinsip transisi berkeadilan. Namun, target dan aksi iklim dalam draf tersebut belum selaras dengan Persetujuan Paris.

Menurut Fabby, target bersyarat (conditional) dan tidak bersyarat (unconditional) dalam draf Second NDC belum konsisten dengan pembatasan kenaikan temperatur di bawah 2°C sesuai tujuan Persetujuan Paris.

Target tidak bersyarat masih memungkinkan peningkatan emisi hingga pertengahan abad ini. Sedangkan target bersyarat baru menunjukkan upaya penurunan signifikan setelah 2035.

Penundaan aksi iklim ke periode setelah 2035 akan menimbulkan risiko teknis dan biaya ekonomi yang mahal, tidak efisien, serta menghambat ambisi pemerintahan untuk mencapai target Indonesia Emas 2045 yang memerlukan pertumbuhan ekonomi konsisten di atas 6,5 persen per tahun.

Baca juga: IESR : Metana Sektor Energi Belum Terkontrol, Indonesia Harus Bergerak Lebih Cepat

"Terlepas dari itu (beberapa perbaikan), menurut kami tetap tidak sejalan dengan target Perjanjian Paris. Jadi, dengan tingkat emisi yang ingin dicapai pada tahun 2035, masih belum sejalan dengan target Perjanjian Paris yang ingin mencapai di bawah 2°C. Jadi, yang tidak bersyarat, namanya unconditional itu masih lebih tinggi ya dan ini membuat emisi 2050 nanti akan terus naik. Kalau misalnya kalau masih terus seperti sekarang," tutur Fabby.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Refleksi Filsafat Ekologis, Tempat Keramat dan Etika Lingkungan
Pemerintah
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
RI Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Jika Andalkan Sektor Pertanian
LSM/Figur
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
DAMRI Jalankan 286 Bus Listrik, Potensi Kurangi 72.000 Ton Emisi per Tahun
BUMN
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Miangas hingga Wamena, FiberStar Genjot Akselerasi Digital di Wilayah 3T
Swasta
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pelaku Bisnis Luncurkan Program Sertifikasi Produksi Kaca Rendah Karbon
Pemerintah
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
Perubahan Iklim Diprediksi Tekan Pendapatan Dunia hingga 17 Persen
LSM/Figur
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
ISSB Usulkan Pelaporan Emisi Metana Scope 1 untuk Perusahaan Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau