JAKARTA, KOMPAS.com – The Habibie Center (THC) bersama Ocean Affairs Council (OAC) Taiwan meluncurkan kerja sama pengelolaan sampah laut bertajuk “Indonesia Marine Debris Management Cooperation Project” di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Peluncuran implementasi kerja sama tersebut diresmikan oleh Ketua Dewan Pembina THC Ilham Akbar Habibie dan Direktur Departemen Pembangunan Internasional OAC, Lee Shan Ying.
Kolaborasi tersebut merupakan tindak lanjut dari memorandum of agreement (MoA) yang ditandatangani di Taipei, Taiwan, Senin (15/9/2025).
Ilham mengatakan, kerja sama ini meliputi penyelenggaraan lokakarya internasional dan penelitian bersama terkait tata kelola sampah laut di kawasan Indo-Pasifik.
Menurutnya, peningkatan kesadaran publik akan isu sampah laut menjadi hal mendesak, mengingat dampaknya terhadap keberlanjutan ekosistem maritim dan kesehatan manusia.
Baca juga: Puluhan Penyelam Bersihkan Sampah Laut Wakatobi Demi Keberlangsungan Ekosistem
“Wilayah Indonesia terdiri dari sekitar 70 persen perairan dan 30 persen daratan. Sumber daya laut, seperti ikan dan hasil laut lainnya, merupakan kekayaan besar yang dimiliki. Namun, sumber daya ini menghadapi ancaman serius dari mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan ekosistem laut secara keseluruhan,” ujar Ilham di Jakarta, Rabu.
Ilham menambahkan, peran THC dalam konteks ini sejalan dengan strategi nasional yang memperhatikan isu-isu maritim dan keberlanjutan.
Karena itu, pihaknya berupaya menjalankan program yang relevan dan efektif dengan memahami kerangka kerja serta jejaring yang dibutuhkan agar langkah mereka lebih efisien.
“Hasilnya bisa berupa kebijakan, rekomendasi strategis, maupun informasi yang kami sampaikan kepada publik melalui media massa dan kanal komunikasi kami sendiri. Dengan begitu, masyarakat dapat memahami apa yang kami lakukan saat ini dan rencana kami ke depan, terutama menyangkut tata kelola sampah laut,” kata Ilham.
Sebagai informasi, lokakarya yang diselenggarakan THC dan OAC di Jakarta, Kamis (6/11/2025). Lokakarya ini menghadirkan sejumlah pembicara dari Indonesia, Jepang, Filipina, dan Taiwan.
Baca juga: BRIN Kembangkan Kapal Pengangkut Sampah Laut
Penelitian bersama kedua lembaga akan berfokus pada kolaborasi internasional di bidang teknologi dan inovasi manajemen sampah plastik.
Hasil riset tersebut rencananya akan diterbitkan melalui ASEAN Briefs, kanal publikasi di bawah THC.
Pada kesempatan sama, Lee Shan Ying menyampaikan bahwa Taiwan sebagai masyarakat maritim menyadari pentingnya integrasi sumber daya di antara berbagai pemangku kepentingan.
Menurutnya, kemitraan internasional menjadi kekuatan penggerak utama dalam menjaga ekosistem laut kawasan Indo-Pasifik.
“Laut tidak mengenal batas, sehingga tanggung jawab untuk melindunginya juga tidak seharusnya dibatasi oleh batas wilayah,” kata Lee.
Baca juga: Kumpulkan 2 Ton Lebih Sampah Laut, 10 Nelayan Terima Penghargaan dan Bantuan dari Gubernur Syamsuar
Lee menambahkan, tahun ini OAC meluncurkan White Paper on Ocean Policy atau Buku Putih Kebijakan Kelautan Nasional yang memuat visi “Kemakmuran Bersama di Laut untuk Masa Depan yang Berkelanjutan”.
Salah satu fokus utama kebijakan tersebut adalah pengelolaan sampah laut sebagai bagian penting dari upaya mewujudkan laut yang bersih dan pembangunan berkelanjutan.
“Dengan semangat itu, Taiwan mengajukan inisiatif pembentukan Indo-Pacific Maritime Debris Cooperation Platform, sebuah platform kerja sama kawasan untuk penanganan sampah laut di Indo-Pasifik,” jelas Lee.
Melalui inisiatif tersebut, Taiwan mengundang pemerintah, sektor swasta, lembaga akademik, serta organisasi non-pemerintah (NGO) di kawasan Indo-Pasifik untuk bergabung dalam upaya berbagi data, bertukar teknologi, dan mengintegrasikan sumber daya.
“Dengan begitu, seluruh pihak dapat memperkuat pengelolaan sampah laut serta mendorong penerapan ekonomi sirkular di kawasan Indo-Pasifik,” tambahnya.
Baca juga: Kurangi Sampah Laut hingga 70 Persen, Kementerian KP Gagas Program Bulan Cinta Laut
Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa sampah laut dari wilayah Indonesia telah ditemukan di kawasan lain, bahkan mencapai benua Afrika. Hal itu menunjukkan bahwa persoalan sampah plastik bersifat lintas batas dan membutuhkan solusi komprehensif.
Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa sampah laut dari wilayah Indonesia telah ditemukan di kawasan lain, bahkan mencapai benua Afrika.
Hal itu, menurutnya, menunjukkan bahwa persoalan sampah plastik bersifat lintas batas dan membutuhkan solusi komprehensif.
“Sampah dari Indonesia dapat ditemukan di Samudra Hindia dan mencapai wilayah Afrika. Karena itu, penanganan sampah plastik memerlukan solusi menyeluruh dari hulu ke hilir,” imbuh Reza.
Ia menegaskan bahwa sinergi multipihak merupakan faktor kunci keberhasilan pengelolaan sampah laut di Indonesia.
Reza juga menyoroti temuan anyar terkait jejak mikroplastik di berbagai wilayah laut Indonesia yang memperlihatkan betapa kompleksnya permasalahan tersebut.
Baca juga: Tahun 2025, Indonesia Targetkan Sampah Laut Berkurang hingga 70 Persen
Menurut Reza, pengelolaan plastik di Indonesia masih belum ideal.
Beberapa lembaga, seperti National Plastic Action Partnership, World Bank, dan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL) berupaya memperkirakan jumlah plastik yang masuk ke lautan Indonesia setiap tahun yang diperkirakan berkisar antara 200.000 hingga 650.000 ton per tahun.
Sampah plastik tersebut sebagian besar berakhir di laut, menumpuk di pantai, dasar laut, atau ekosistem pesisir, seperti mangrove.
Dalam lima tahun terakhir, para nelayan bahkan melaporkan bahwa mereka sering menemukan lebih banyak plastik daripada ikan.
“Masalah plastik laut bersifat lintas batas. Hasil pemodelan kami menunjukkan, sampah dari Indonesia bisa mengalir ke Samudra Hindia, sedangkan sampah dari Thailand bisa masuk ke perairan Indonesia. Bahkan, 10 hingga 20 persen plastik dari wilayah Jakarta dan Jawa Barat dapat menyeberang ke perairan Afrika Selatan dalam waktu sekitar 14 bulan,” jelasnya.
Baca juga: Menteri Lingkungan Hidup: Indonesia Negara Penghasil Sampah Laut Kedua di Dunia
Kerja sama antara THC dan OAC ditujukan untuk menyinergikan pengembangan kapasitas pengelolaan sampah laut di Indonesia dengan pengalaman Taiwan dalam tata kelola sampah.
Kolaborasi ini dilandasi oleh kesamaan geografis kedua negara sebagai wilayah kepulauan dan maritim yang menjadi zona tangkapan sampah laut di kawasan Indo-Pasifik.
“Masalahnya, kolaborasi lintas sektor di Indonesia belum berjalan optimal. Karena itu, perlu penguatan kebijakan, peningkatan tanggung jawab industri, serta kesadaran publik agar tidak membuang sampah sembarangan,” tutur Reza.
Melalui kolaborasi ini, kedua lembaga berharap dapat memperkuat kapasitas pengelolaan sampah laut, mendorong inovasi teknologi, dan mempercepat transisi menuju ekonomi biru yang berkelanjutan.
“Kerja sama ini menunjukkan bahwa menjaga laut tidak bisa dilakukan sendiri. Diperlukan kolaborasi lintas negara dan komitmen bersama untuk memastikan masa depan laut yang bersih dan lestari,” ujar Reza.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya