KOMPAS.com - Jerman membuat janji finansial sebesar 1,15 miliar dolar AS selama dekade mendatang untuk dana Tropical Forest Forever Facility (TFFF) Brasil yang bertujuan memerangi deforestasi.
Komitmen yang diumumkan pada konferensi iklim PBB di Belem ini pun menjadi salah satu dukungan terbesar bagi upaya Brasil untuk membangun struktur perlindungan hutan yang efektif.
“Ini tentang melindungi hutan hujan tropis sebagai paru-paru planet kita,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup Jerman, Carsten Schneider.
Pernyataan tersebut menegaskan pandangan bahwa kemajuan iklim internasional bergantung pada struktur finansial yang dapat memberikan insentif kinerja, alih-alih hanya mengandalkan janji sukarela.
Melansir ESG News, Jumat (21/11/2025) kerangka kerja TFFF sengaja dibuat ketat.
Baca juga: TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Negara-negara yang menjaga area hutan hujan tetap utuh akan menerima pembayaran. Negara-negara yang meningkatkan deforestasi akan menghadapi denda yang dihitung per hektar yang hilang.
Pemantauan berbasis satelit akan memverifikasi tutupan hutan, memungkinkan penilaian tahunan dan membatasi perselisihan mengenai data.
Bagi para pembuat kebijakan, mekanisme ini bertujuan untuk menyelesaikan dua isu jangka panjang yakni kurangnya pendanaan iklim jangka panjang yang dapat diprediksi dan tidak adanya penalti atas ketidakpatuhan dalam perjanjian kehutanan.
Dengan menggabungkan insentif dan denda dalam satu model, Brasil memosisikan TFFF sebagai instrumen tata kelola yang dapat mendukung kerangka kerja iklim global, termasuk Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) dan janji keanekaragaman hayati.
“Hutan hujan tropis menyimpan karbon dalam jumlah besar dan mendinginkan iklim regional melalui penguapan air. Hutan hujan tropis juga merupakan rumah bagi beragam spesies yang luar biasa,” ujar Schneider.
Hilangnya hutan yang berkelanjutan sendiri berkontribusi langsung terhadap ketidakstabilan global, mulai dari risiko iklim hingga runtuhnya keanekaragaman hayati hingga gangguan ekonomi di masyarakat yang bergantung pada hutan.
Lantas seperti apa implikasi bagi investor, pimpinan eksekutif, dan pembuat kebijakan?
Model ketat TFFF akan menetapkan standar baru untuk transparansi dan akuntabilitas global dalam mengatasi deforestasi.
Baca juga: Masa Depan Keberlanjutan Sawit RI di Tengah Regulasi Anti Deforestasi UE dan Tekanan dari AS
Karena verifikasi satelit menjadi norma, perusahaan yang berbisnis komoditas berisiko akan berada di bawah tekanan besar dari investor dan regulator untuk membersihkan dan mendokumentasikan rantai pasok mereka sesuai dengan standar tata kelola berbasis data ini.
Bagi para pembuat kebijakan, pendanaan jangka panjang Jerman memberikan dasar yang stabil bagi pembuat kebijakan untuk melawan deforestasi secara efektif.
Selain itu, pendanaan ini memperkuat kerja sama global dan memberikan dukungan krusial bagi negara-negara berkembang yang kesulitan mendanai sistem pengawasan dan penegakan konservasi yang mahal.
Sementara para eksekutif C-suite di sektor-sektor seperti pertanian, pertambangan, keuangan, dan barang konsumen akan mengamati dengan cermat.
Pasalnya, TFFF di COP30 telah menempatkan hutan di pusat negosiasi iklim sehingga menciptakan tekanan yang signifikan pada perusahaan-perusahaan besar yang rentan risiko deforestasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mereka mengenai dampak operasi mereka terhadap hutan.
Baca juga: Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya