Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wanda Farmizal
Pelajar/Mahasiswa

Magister Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?

Kompas.com, 2 Desember 2025, 06:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

SETIAP menggunakan kantong plastik saat berbelanja, secara tidak langsung, kita menitipkan sampah di masa depan. Konsumen diminta membawa tas kain, tolak sedotan berbahan plastik, dan acap kali penggunaan plastik sekali pakai dilihat sebagai perilaku individu yang konsumftif. Sementara itu, industri terus memproduksi bungkus sekali pakai setiap hari. Jadi, siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab atas tumpukan sampah plastik. Apakah konsumen atau produsen?

Menurut Šmelcerovi? (2021) “Waste is any material or product that no longer has any useful value or can no longer fulfill its economic purpose after being used”. Sederhananya, setiap bahan atau produk yang tidak lagi memiliki nilai guna atau tidak dapat lagi memenuhi tujuan ekonominya setelah digunakan disebut sebagai sampah. Artinya, sesuatu dikatakan sampah bukan karena bentuknya rusak, tapi karena sudah tidak memiliki nilai ekonomi.

Misalnya, kantong plastik yang dipakai untuk membawa belanjaan. Setelah barang belanjaan dikeluarkan, plastik sekali pakai sering dibuang langsung, meskipun masih utuh.

Berdasarkan American Society of Plastic Industry (1998 dalam Ragorudin et al., 2024) plastik dibagi menjadi tujuh jenis berdasarkan bahannya. Plastik PET biasanya digunakan untuk botol minuman dan wadah makanan yang aman dipanaskan di microwave. HDPE sering digunakan untuk kemasan seperti shampo, diterjen, dan kantong sampah.

PVC adalah jenis plastik yang paling sulit di daur ulang karena terbuat dari bahan etinal dan klorin. LDPE merupakan plastik yang kuat dan tahan terhadap bahan kimia serta ringan. PP ringan, kuat, tahan panas dan minyak, serta tampak mengkilap. PS bisa melepaskan zat berbahaya (styrene) jika bersentuhan langsung dengan makanan.

Plastik kategori OTHER mencakup jenis lain yang digunakan untuk botol minum olahraga, suku cadang kendaraan, elektronik, dan berbagai kemasan lainnya. Kategori di atas, menunjukan sampah plastik memiliki beragam jenis yang tidak hanya tertuju pada satu kategori saja.

Pada konteks ini, akan lebih menarik jika fokus pada persoalan sampah plastik sekali pakai dengan menggunakan pendekatan Deborah Stone untuk menganalisa larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di Jakarta melalui Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta Nomor 142 Tahun 2019 yang diterbitkan pada 27 Desember 2019 (JDIH Provinsi DKI Jakarta, 2019).

Siapa Yang Ciptakan Plastik, Siapa Yang Disalahkan?

Jakarta memiliki masalah dengan volume sampah plastik yang tinggi, menghasilkan 7.500-7.800 ton sampah perhari, sekitar 14% diantaranya sampah plastik, terutama dari kantong plastik sekali pakai (Purnamasari, 2022).

Jika ditelusuri, dari mana sampah plastik berasal, jawabannya tidak bisa tertuju pada konsumen, mengingat, industrilah yang memproduksi dan mengontrol sistem kemasan sekali pakai seperti yang dilaporkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta (DLH Jakarta, 2023).

Selama bertahun-tahun, produsen makanan, minuman, dan produk rumah tangga terus memproduksi barang dalam bungkus plastik yang murah, praktis, dan ringan tanpa memastikan kemasan itu bisa dipakai ulang atau di daur ulang secara efektif dan tidak merusak lingkungan.

Ironisnya, sebagian besar produsen justru tidak dibebani tanggung jawab langsung atas persoalan lingkungan yang mereka hasilkan, dan peraturan cenderung membebani konsumen dengan sistem penggunaan kantong plastik sekali pakai serta dikonotasikan berperilaku konsumtif.

Padahal pengawasan terhadap larangan kantong plastik sekali pakai, masih kurang efektif yang dibuktikan dengan beberapa toko atau retail modern masih menerapkan pola yang sama sebelum kebijakan ini dikeluarkan. Selain itu, larangan di pasar tradisional seakan tidak tersentuh dengan kebijakan ini. Edukasi juga belum menjangkau semua kalangan, terutama masyarakat yang kurang akses informasi.

Pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, memberi dukungan bagi usaha kecil, dan menegakkan aturan secara adil. Inilah yang dimaksud sebagai pergeseran tanggung jawab, dimana produsen terus mengambil keuntungan dari sistem produksi sekali pakai, sementara masyarakat dituntut menjadi konsumen sadar lingkungan dalam pasar yang tidak memberi pilihan berkelanjutan.

Seharusnya, pemerintah mengeluarkan aturan dan menerapkan pengawasan secara berkala bagi produsen.

Produsen vs Konsumen

Sejak kebijakan larangan kantong plastik sekali pakai diberlakukan di Jakarta, muncul berbagai reaksi dari masyarakat dan pelaku usaha. Konsumen diminta membawa kantong belanja sendiri, sementara toko-toko dan supermarket dilarang menyediakan kantong plastik secara gratis.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Menggugat Kemerdekaan Ekologis
Pemerintah
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Sampah Plastik Tanggung Jawab Konsumen Atau Produsen?
Pemerintah
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
Banjir di Aceh, Pemerintah Didorong Pulihkan Alam Pasca-bencana
LSM/Figur
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
IMO Soroti Meningkatnya Pelanggaran Hak Pelaut, Kapal Ilegal hingga Penelantaran
Pemerintah
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Gerakan Zero Waste di IKN, Targetkan 60 Persen Daur Ulang Sampah pada 2035
Pemerintah
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
Banjir di Aceh dan Sumatera, WALHI Soroti Deforestasi 1,4 Juta Hektar dan Krisis Iklim
LSM/Figur
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Dari Konservasi hingga Ekonomi Sirkular, Begini Transformasi Taman Safari Cisarua Jelang Hari Keanekaragaman Hayati
Swasta
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Presiden Prabowo Minta Pemerintah Pusat dan Daerah Jaga Lingkungan, Antisipasi Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Harita Nickel Dapat Penghargaan Bisnis dan HAM 2025 dari SETARA Institute
Swasta
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Regulasi Baru UE, Hotel Wajib Penuhi Standar Hijau Mulai 2026
Pemerintah
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Bencana Banjir Tamparan Pembelajaran
Pemerintah
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Negara Berkembang Tagih Pajak Daging dari Negara Kaya lewat Deklarasi Belem, Mengapa?
Pemerintah
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
Iklim Bukan Satu-satunya Penyebab Bencana Hidrometeorologi di Sumatera Barat, Ini Kata Pakar
LSM/Figur
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
Mengapa Banjir Bandang di Sumatera Barat Berulang? Ini Menurut WALHI
LSM/Figur
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pembalakan Liar: Tantangan Regulasi dan Ancaman bagi Generasi Mendatang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau